Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kembali menggelar sidang perkara dugaan merintangi pengusutan tindak pidana korupsi, dengan terdakwa Dokter Bimanesh Sutarjo.
Pada sidang lanjutan, Senin (26/3/2018) ini, Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan Dokter Alia yang bertugas di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Barat.
“Kami akan menghadirkan empat orang saksi, antara lain Dokter Alia dan tiga perawat RS Medika Permata Hijau,” kata Takdir Sutan Jaksa KPK, Senin (26/3/2018), di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dokter Alia adalah pelaksana tugas Manajer Pelayanan Medik yang sempat dihubungi terdakwa dan juga Fredrich Yunadi pengacara, sebelum Setya Novanto masuk ruang rawat inap VIP RS Medika Permata Hijau.
Selain itu, Jaksa KPK juga memanggil tiga orang perawat yang waktu itu bertugas menangani Setya Novanto, masing-masing Suhaidi Alfian, Apri Sudrajat dan Nana Triatna, untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.
Sebelumnya, Kamis (15/3/2018), Dokter Alia sudah memberi kesaksian pada persidangan kasus yang sama, dengan terdakwa Fredrich Yunadi bekas pengacara Novanto.
Dalam keterangannya, saksi mengatakan, Dokter Bimanesh sudah menginformasikan ada pasien atas nama Setya Novanto yang akan menjalani rawat inap karena hipertensi berat, gangguan jantung dan gangguan pencernaan.
Tapi, Dokter Alia mengaku bingung karena kemudian ada permintaan untuk langsung merawat inap pasien dengan diagnosa kecelakaan, tanpa melalui pemeriksaan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Sekadar diketahui, KPK menetapkan Dokter Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka karena diduga bekerja sama dengan Fredrich Yunadi pengacara, memasukkan Setya Novanto ke RS Medika Permata Hijau, Kamis (16/11/2017).
Dua orang tersebut diduga memanipulasi data medis Novanto yang waktu itu sudah berstatus tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik, supaya bisa menjalani rawat inap, dan lolos dari pemeriksaan KPK.
Atas perbuatannya, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman paling singkat tiga tahun penjara, dan maksimal 12 tahun penjara. (rid/dwi/rst)