Sabtu, 23 November 2024

Enam ABK Indonesia Berhasil Dibebaskan dari Libya

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) berbicara dengan keluarga korban yang sandera kelompok bersenjata Benghazi di Libya, saat serah terima korban kepada pihak keluarga di Kantin Diplomasi, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/4/2018). Foto: Antara

Enam ABK WNI yang menjadi sandera kelompok milisi di Benghazi, Libya, berhasil dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia.

Keenam ABK tersebut bekerja di kapal ikan Salvatore 6 berbendera Malta. Pada 23 September 2017, para ABK diculik oleh kelompok milisi Libya di perairan Benghazi, sekitar 72 mil dari garis pantai Libya.

Hal itu disampaikan oleh Retno Marsudi Menteri Luar Negeri di Jakarta, Senin (2/4/2018) saat acara penyerahterimaan keenam WNI kepada keluarga mereka di Kementerian Luar Negeri.

“Dengan ini saya serahkan teman-teman keenam ABK WNI kepada keluarga,” kata Retno kepada Antara.

Kemlu RI menerima informasi penculikan itu lima hari setelah penculikan terjadi. Sejak itu, Kemlu menjalin kontak termasuk dengan pemilik kapal.

“Proses pembebasannya tidak mudah karena ada masalah politik di Benghazi dan Tripoli,” kata Retno.

Ia juga melanjutkan, bahwa karena Benghazi dan Tripoli menjadi wilayah konflik, kompleksitas pembebasan para sandera tidak mudah sama sekali.

BIN dan KBRI Tripoli sebagai tim pembebasan dari direktorat Perlindungan WNI Kemlu terlibat dalam pembebasan keenam ABK tersebut.

Setelah upaya pendekatan diplomasi, pada 27 Maret dilakukan serah terima dari kelompok bersenjata di pelabuhan ikan di Benghazi.

“Upaya pendekatan yang intensif dilakukan selama enam bulan terakhir dengan menekankan bahwa Indonesia dekat dengan Libya. Bahwa Indonesia tidak berpihak di dalam konflik Libya,” kata Lalu Muhammad Iqbal Direktur Perlindungan WNI.

Dirampas

Keenam ABK itu adalah Rony Wiliam asal Jakarta, Joko Riyadi dari Blitar, dan empat lainnya yaitu Hariyanto, Saifudin, Muhammad Abudi, dan Waskita dari Tegal.

Ketika mereka ditangkap oleh milisi tersebut, seluruh isi kapal dirampas. Mulai dari alat navigasi, komunikasi, bahkan lemari es dan barang-barang pribadi mereka.

Baru pada Desember 2017, pihak KBRI di Tripoli setelah melakukan upaya pendekatan berhasil berkomunikasi dengan para ABK yang disandera untuk memastikan kondisi mereka. Sehingga pemerintah bisa mengatur skenario pembebasan mereka di Benghazi.

Motif penculikan sedikit bersifat politis karena kapal yang mereka cegat berbendera Malta. Malta sendiri diketahui kelompok milisi yangtidak memiliki hubungan yang bagus dengan negara tersebut.

“Kami ucapkan terima kasih sehingga kami bisa dipertemukan kembali dengan keluarga kami,” kata Roni William, salah satu ABK yang disandera.

Selama kurang lebih enam bulan disandera di salah satu pelabuhan di Benghazi, Roni dan lima ABK lainnya juga menjadi saksi bagaimana konflik bersenjata terjadi di Libya kala itu.

“Kami melihat pesawat sangat dekat karena letaknya hanya satu atau dua kilometer, kadang peluru ada yang nyasar,” kata Roni.

Roni menambahkan, selain enam ABK WNI, kelompok milisi juga sempat menahan kapten kapal Salvatore 6 berkebangsaan Italia. Namun karena masalah kesehatan, sang kapten kapal dibebaskan lebih awal.

Sehingga Kemlu RI saat itu berupaya untuk memulihkan hak-hak para ABK dengan berkomunikasi dengan perusahaan pemilik kapal di Malta. (ant/tna/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs