Pernah dengar istilah sexting? Istilah yang pertama kali muncul tahun 2009 dalam studi yang dilakukan lembaga independen AS, Pew Research Center, itu bermakna perilaku mengirimkan konten seksual, baik teks, gambar, maupun lewat piranti elektronik.
Lembaga yang berbasis di Washington itu melakukan studi sejak 1990 sampai 2016 dan menemukan fenomena yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian pada 110.000 remaja berusia 12-17 tahun dari seluruh belahan dunia menunjukkan, 1 dari 7 remaja pernah mengirim sexting sementara 1 dari 4 pernah menerimanya.
Studi yang disusun berdasarkan 39 publikasi ilmiah ini mengingatkan, hasil riset ini seharusnya jadi perhatian orang tua. Mereka perlu merumuskan strategi untuk menangani perilaku anak remajanya.
Studi terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association (JAMA) Pediatrics pada 26 Februari 2018 lalu juga memperlihatkan, hampir 27 persen remaja menerima pesan seks dan hampir 15 persen aktif mengirimkan pesan seks.
Dari analisis peneliti, berkirim pesan seks telah meningkat selama delapan tahun terakhir. Hal ini lebih sering terjadi pada remaja, baik remaja laki-laki maupun perempuan, seperti dilansir dari ABC News dan dikutip sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id beberapa waktu lalu.
“Ini adalah perhatian mendesak bagi orangtua juga pendidik, yang mengawasi percakapan remaja seputar perilaku seksual di perangkat elektroniknya,” kata Sheri Madigan, asisten profesor di Department of Psychology, University of Calgary, Kanada.
Kebanyakan remaja berkirim pesan seks pada perangkat pribadinya, seperti ponsel pintar (smartphone)
“Orangtua harus proaktif. Perlu bicara tentang digital, perilaku online, seksualitas, dan tekanan kelompok sebelum anak-anak mereka memiliki smartphone,” katanya.
Menurut Madigan, orang tua jangan langsung panik dan terlalu cepat menghakimi anak remajanya saat mengetahui ada konten porno di gawai mereka. Tidak ada salahnya untuk mengetahui lebih jauh tentang teman anak Anda yang mengirim konten porno tersebut.(ipg)