Boyamin Saiman Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menindaklanjuti perkara tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan Muhaimin Iskandar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Usai menyampaikan laporan dengan lampiran sejumlah bukti antara lain berupa dokumen putusan persidangan kepada Unit Pengaduan Masyarakat di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Boyamin menegaskan tindakannya itu tidak ada kaitannya dengan rencana Muhaimin maju diri sebagai calon Wakil Presiden.
“Kami melaporkan semata atas dasar keadilan dan kebenaran. Kalau ada pertanyaan apakah ini karena Cak Imin mau jadi cawapres, bagi saya jangankan calon wapres, calon apa pun bagi saya tidak terlalu menghambat,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Sekadar diketahui, MAKI melaporkan dugaan keterlibatan Muhaimin waktu menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), dengan korupsi yang dilakukan Jamaluddin Malik bekas Dirjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT).
Terkait kasus itu, Jamaluddin terbukti menerima suap Rp21 miliar dari anak buahnya, pihak swasta, dan sejumlah kepala daerah selama dia menjabat tahun 2012-2014.
Menurut Boyamin, dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/3/2016), ada saksi bernama Sudarso yang mengaku pernah diminta menyediakan Rp400 juta oleh Jamaluddin Malik, untuk diberikan kepada Muhaimin Iskandar yang waktu itu menjabat Menakertrans.
Keterangan saksi itu, menurut Boyamin, juga tercatat dalam tuntutan Jaksa KPK.
Maka dari itu, MAKI meminta KPK segera melakukan penyelidikan, dan melanjutkan ke proses penyidikan sampai penuntutan kalau menemukan cukup bukti.
Sebaliknya, kalau KPK tidak menemukan bukti permulaan yang cukup untuk memroses hukum Cak Imin, Boyamin menyarankan KPK menutup kasus korupsi yang terungkap tahun 2014 itu.
Pada kesempatan itu, MAKI juga meminta KPK mengusut kasus suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) pada Kemenakertrans.
Kasus yang dikenal dengan nama kasus Kardus Durian itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada 25 Agustus 2011 terhadap dua orang anak buah Cak Imin.
Masing-masing I Nyoman Suisnaya Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, dan Dadong Irbarelawan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans.
Tim KPK juga menangkap Dharnawati Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, yang mengantarkan uang Rp1,5 miliar di dalam kardus durian, ke kantor Kemenakertrans, Jakarta.
Uang itu merupakan tanda terima kasih atas diloloskannya PT Alam Jaya Papua sebagai kontraktor DPPID di Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, yang nilai proyeknya Rp73 miliar.
Pada persidangan tahun 2012, Dharnawati menyebut uang Rp1,5 miliar dalam kardus durian itu untuk Cak Imin. Tapi, politisi yang sekarang menjabat Wakil Ketua MPR RI itu berulang kali membantah, baik di dalam atau luar persidangan.
Selain itu, MAKI juga minta KPK mendalami indikasi korupsi terkait penunjukan langsung PT. Asuransi Central Asia (ACA) sebagai konsorsium tunggal penyedia jasa asuransi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. (rid/dwi)