Sabtu, 23 November 2024

Ini Aturan OJK yang Tidak Boleh Dilanggar Perusahaan FinTech

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Daddi Peryoga Kasubag Pengawasan Bank OJK Kantor Regional 4 Jawa Timur saat menyampaikan materi tentang FinTech dalam Media Gathering, Rabu (2/5/2018). Foto: Denza suarasurabaya.net

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pertumbuhan pesat perusahaan Financial Technology (FinTech). Namun, baru 40 perusahaan FinTech yang terdaftar atau mengantongi izin OJK hingga 2018.

Di antaranya ada 39 perusahaan FinTech bersistem konvensional dan satu perusahaan FinTech bersistem syariah. Dari jumlah itu, 38 di antaranya berbasis di Jabodetabek, dua lainnya di Surabaya dan Ternate.


(Daftar Perusahaan FinTech yang Sudah Terdaftar atau Berizin. Data: OJK)

Sementara, OJK juga mencatat, setidaknya ada 45 perusahaan FinTech yang sedang dalam proses pendaftaran. Selain itu, ada 35 perusahaan yang berminat mendaftar.

Secara khusus, OJK sudah mengatur segala hal tentang perusahaan FinTech melalui Peraturan OJK Nomor 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).

Ada dua model bisnis FinTech yang diizinkan oleh OJK: individual lending (peminjaman individu) dan model bisnis group lending (peminjaman secara kelompok).

Daddi Peryoga Kasubag Pengawasan Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jawa Timur menegaskan, dengan model apapun perusahaan FinTech dilarang memberikan atau menerima pinjaman.

“Perusahaan FinTech hanya menyediakan platform dan menjadi perantara pemberi pinjaman dengan peminjam,” ujarnya saat Media Gathering dengan OJK di Tretes, Rabu (2/5/2018).

Terhadap perusahaan FinTech yang bersifat peer to peer, OJK akan melakukan kontrol pengawasan. Tapi sesuai sifat bisnis FinTech, risiko kredit macet sebenarnya ditanggung sendiri oleh pemberi pinjaman.

Karena, sebagaimana termuat di dalam POJK 77/2016 tentang LPMUBTI, perusahaan FinTech dilarang melakukan jaminan, termasuk larangan menerbitkan surat utang, serta memberikan rekomendasi.

Karena itulah, terutama bagi investor atau lender, perlu mengenal dan memahami fungsi dan layanan yang boleh dan tidak boleh diberikan oleh perusahaan FinTech sebelum menjadi pemberi pinjaman.

Ada beberapa hal yang perlu dikenali dari perusahaan FinTech. Salah satunya berkaitan dengan syarat menjadi perusahaan FinTech yang telah diatur oleh OJK.

Syarat umum

1. Perusahaan FinTech harus Badan Hukum Indonesia: Perusahaan Terbuka (PT) atau Koperasi.
2. Kepemilikan Asing Maksimal 85 persen.
3. Memiliki SDM dengan keahlian dan/atau latar belakang di bidang teknologi informasi.
4. Memiliki 1 orang Direksi dan 1 orang Komisaris yang berpengalaman minimal 1 tahun di industri jasa keuangan.
5. Penyelenggara dan Platform sudah terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Perlindungan bagi konsumen

OJK, sebagai otoritas pengatur Industri Jasa Keuangan di tanah air juga bertugas untuk memberikan perlindungan kepada konsumen IJK, termasuk konsumen FinTech.

Berikut ini beberapa regulasi berkaitan perlindungan terhadap konsumen yang harus dipatuhi perusahaan FinTech.

1. Penyelenggara wajib untuk
– menyampaikan informasi yang jujur, akurat, jelas dan tidak menyesatkan.
– menyampaikan informasi terkait penerimaan, penundaaan atau penolakan permohonan layanan pinjam meminjam.
– menggunakan istilah, frasa dan/atau kalimat sederhana dalam dokumen elektronik yang digunakan.
– bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian dan/atau kesalahan oleh direksi dan/atau pegawai.
– memiliki standar operasional yang dimuat dalam dokumen
elektronik.
– melaporkan setiap bulan bila ada pengaduan yang diterima disertai tindak lanjut penyelesaian pengaduan.
2. Dalam hal penyelenggara menggunakan perjanjian baku, wajib disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Larangan bagi FinTech

Di dalam peraturan yang sama, OJK juga telah mengatur larangan bagi perusahaan FinTech. Berikut ini beberapa larangan yang tidak boleh dilanggar perusahaan.

1. Melakukan kegiatan usaha selain layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
2. Memfasilitasi kegiatan pinjam meminjam dalam mata uang
asing.
3. Bertindak sebagai kreditur (lender) atau debitur (borrower).
4. Memberikan jaminan dalam bentuk apapun.
5. Mengalihkan/memperjualbelikan pinjaman.
6. Menerbitkan surat utang.
7. Mempublikasikan informasi fiktif dan/atau menyesatkan.
8. Melakukan penawaran melalui sarana pribadi tanpa seizin pengguna.
9. Mengenakan biaya pengaduan.(den/tna/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs