Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selama ini punya kesulitan menelusuri hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU), atau aset pelaku tindak pidana korupsi yang disamarkan.
Hal itu kemudian berdampak terhadap rendahnya angka pengusutan kasus TPPU, yaitu sekitar 22 kasus sejak KPK beroperasi, tahun 2003.
Saut Situmorang Wakil Ketua KPK mengatakan, pihaknya perlu ketelitian ekstra sebelum menetapkan tersangka/terdakwa/terpidana kasus korupsi terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Proses penelusurannya juga dilakukan dengan sangat hati-hati. KPK, kata Saut, tidak mau sampai berulang kali menghukum seseorang karena kesalahan yang sama.
Maka dari itu, KPK perlu yakin betul sebelum bertindak menetapkan seseorang sebagai tersangka dan menyita harta benda yang diduga hasil TPPU.
“Dalam TPPU kan kita harus bedakan mana haknya negara dan mana haknya yang bersangkutan. Nah, proses itu yang mengharuskan KPK lebih hati-hati. Jadi, kalau memang kami yakin betul itu ada kaitannya, maka akan kami sita,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (5/5/2018).
Sekadar diketahui, sepanjang tahun 2017, ada 5 kasus TPPU yang diusut KPK, di antaranya kasus yang melibatkan Bambang Irianto Wali Kota Madiun.
Awal tahun 2018, KPK juga mengusut beberapa kasus dugaan TPPU yang antara lain melibatkan Rita Widyasari Bupati Kutai Kartanegara, Yudi Widiana Adia Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Abdul Latief Bupati Hulu Sungai Tengah, dan Taufiqurrahman Bupati Nganjuk. (rid/ipg)