Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menetapkan Amin Santono Anggota Komisi XI DPR RI dari Partai Demokrat sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Pengumuman status hukum itu disampaikan Agus Rahardjo Ketua KPK, didampingi Saut Situmorang Wakil Ketua KPK dan Febri Diansyah Kepala Biro Humas KPK, Sabtu (5/5/2018) malam, di Gedung KPK, Jakarta Selatan.
Kata Agus Rahardjo, Amin bersama Yaya Purnomo Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, diduga kuat sebagai penerima suap.
Suap itu berasal dari Ahmad Ghiast kontraktor, melalui perantara Eka Kamaluddin pihak swasta, supaya Amin mengondisikan usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Keempat orang tersebut adalah mereka yang terindikasi terlibat langsung dalam praktik korupsi, sesudah KPK memeriksa sembilan orang yang Jumat (4/5/2018), terjaring operasi tangkap tangan (OTT), di daerah Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Di lokasi itu, Tim KPK menyita uang tunai Rp400 juta, bukti transfer Rp100 juta dan dokumen proposal yang diserahkan Ahmad Ghiast kepada Amin Santono sebagai barang bukti.
Uang Rp500 juta itu diduga bagian dari commitment fee (sebanyak 7 persen) yang totalnya sekitae Rp1,7 miliar, dari dua proyek pembangunan di Pemkab Sumedang senilai Rp25 miliar.
KPK mensinyalir, sumber dana itu dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang, di mana Ahmad Ghiast berperan sebagai koordinator dan pengepul dana untuk memenuhi permintaan Amin.
Selain mengamankan barang bukti Rp400 juta tunai dan Rp100 juta yang ditransfer, Tim KPK juga menyita sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana korupsi.
Antara lain berbentuk logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp1,3 miliar, 63 ribu Dollar Singapura, dan 12.500 Dollar AS.
Sebagai tersangka penerima suap, Amin Santono, Eka Kamaluddin dan Yaya Purnomo terancam jerat Pasal 12 huruf a atau huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ahmad Ghiast selaku tersangka pemberi suap, terancam jerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, jucto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rid/iss)