Joko Widodo Presiden RI merasa sangat prihatin atas maraknya aksi terorisme yang terjadi dalam waktu seminggu belakangan.
Menurutnya, tindakan kelompok teroris itu sudah melewati batas perikemanusiaan. Ironisnya lagi, dalam menjalankan aksi bom bunuh diri, pelaku mengajak anggota keluarga yang masih berusia anak-anak.
Keprihatinan itu disampaikan Presiden dalam acara Halaqoh Nasional Hubbul Wathon dan Deklarasi Gerakan Nasional Mubaligh Bela Negara, siang hari ini di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.
Di hadapan ratusan mubaligh atau juru dakwah Islam, Jokowi Presiden menceritakan pengalamannya mengunjungi lokasi teror bom di Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Maka dari itu, Presiden mengimbau para mubaligh mengingatkan murid-muridnya dan masyarakat, Islam tidak mengajarkan kekerasan dan teror, tapi mengajarkan kedamaian.
“Ini merupakan kewajiban kita bersama, khususnya para mubaligh untuk mengingatkan santri dan jamaahnya, bahwa Islam tidak mengajarkan teror dengan kekerasan, tapi mengajarkan lemah lembut, sopan santun, rendah hati seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW,” ujarnya di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Senin (14/5/2018).
Terkait aksi teror bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo, Jenderal Polisi Tito Karnavian Kapolri mengungkapkan, pelakunya semua satu keluarga.
Mereka diduga anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Timur pimpinan Dita, yang pertama kali meledakkan diri di Gereja Jl Arjuno kemarin.
Kapolri mengatakan, bom bunuh diri itu semuanya menggunakan bahan peledak Triacetone Triperoxide (TATP) yang punya sebutan the mother of satan di Irak dan Suriah.
Sedangkan bom di Mapolrestabes Surabaya pada pukul 09.04 WIB tadi, kata Kapolri, dilakukan 5 orang satu keluarga juga.
Dalam aksinya, pelaku membawa peledak menggunakan motor, dan juga melibatkan anak kecil. Tapi, anak 8 tahun yang dibonceng pelaku di depan, terlempar dan masih selamat. (rid/tna)