Sabtu, 23 November 2024

KPK Putuskan Untuk Meneruskan Kasus Bank Century

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Foto: asiasentinel.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Century. Kasus ini melibatkan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Sebelumnya putusan Effendy Mochtar hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan KPK tetap melanjutkan kasus Bank Century. Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik, dan tim yang ditunjuk.

“Jadi, sudah ada forum membahas bersama terkait dengan hasil kajian awal tersebut. Setelah proses pembahasan itu, diputuskan bahwa penanganan kasus Century harus diteruskan, jadi diperkuat dan diperdalam tentu saja,” kata Febri Diansyah Juru Bicara KPK di gedung KPK, Jakarta, Jumat malam (18/5/2018).

Dilansir dari Antara, KPK akan melihat kembali bukti-bukti yang relevan juga peran dari pihak-pihak dalam kasus korupsi Bank Century itu.

“Nanti akan dilihat bukti-bukti yang relevan terkait dengan peran orang perorang. Peran orang perorang sebelumnya berdasarkan analisis data persidangan atau dokumen-dokumen yang dimiliki dari keputusan rapat Senin kemarin. Tentu saja akan mencari bukti bukti yang lebih, sifatnya lebih teknis untuk proses hukum lebih lanjut,” tuturnya.

Selain itu, kata Febri, lembaganya juga akan mengklarifiasi lebih jauh soal proses merger bank selain proses FPJP, bailout dan juga penyertaan modal sementara (PMS).

“Proses merger juga menjadi salah satu poin yang juga kami gali lebih jauh. Kalau kita baca putusan kemarin ‘kan kami baru mendalami kerugian negaranya disebabkan oleh tiga prores itu FPJP, bailout dan PMS. Kami juga dalami tarik lagi ke belakang pada proses merger,” ujarnya.

Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian FPJP kepada Bank Century, Budi Mulya mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015, yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

Sebelumnya, pengadilan tingkat pertama memutuskan Budi Mulya dipenjara selama 10 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Namun kemudian, putusan banding di Pengadilan Tinggi meningkatkan vonis menjadi 12 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.

Dalam putusan Budi Mulya disebutkan, Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan bersama-sama melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 55 KUHP.

Pasal 55 KUHP artinya orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Tetapi, Siti Chodijah Fadjriah mantan Deputi Bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Bank Indonesia yang dinilai dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sudah meninggal dunia pada 16 Juni 2015.

Majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua dan anggota M. Askin dan MS. Lumme menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan iktikad tidak baik. Hal itu terbukti dengan dilanggarnya pasal 45 dan penjelasannya UU No. 23 tatahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004. Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum.

Perbuatan tersebut juga menyebabkan kerugian negara sejak penyetoran PMS yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013 sejumlah Rp8,012 triliun.(ant/tna/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs