
Hepatitis atau peradangan hati masih menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat Indonesia karena minimnya kesadaran untuk vaksinasi dan sifat virusnya yang sering kali tanpa gejala pada tahap awal.
Menurut dr Steven Zulkifly spesialis penyakit dalam, hepatitis adalah kondisi peradangan pada organ hati yang dapat disebabkan faktor infeksius maupun non-infeksius.
“Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses peradangan pada hati. Penyebabnya berupa infeksi dan non infeksi,” katanya dilansir dari Antara, Senin (28/4/2025).
Salah satu penyebab paling umum adalah infeksi virus, dengan jenis yang paling sering ditemui meliputi virus hepatitis A, B, dan C. Masing-masing virus memiliki cara penularan dan tingkat keparahan yang berbeda, sehingga penting untuk memahami penyebab dan karakteristiknya untuk pencegahan serta penanganan yang tepat.
“Virus hepatitis A, B, C, D, hingga E adalah penyebab infeksi yang paling sering. Ada pula cytomegalovirus dan virus herpes. Cacing hati juga bisa menyebabkan hepatitis. Kasus yang sering timbul di masyarakat adalah hepatitis A, B dan C,” ujarnya.
Hepatitis tidak selalu disebabkan oleh infeksi virus. Dalam sejumlah kasus, peradangan hati justru dipicu oleh faktor non-infeksi, seperti konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit autoimun, serta perlemakan hati.
Hepatitis A
Penularan hepatitis A terjadi melalui jalur fecal-oral. Pada umumnya, infeksi terjadi melalui konsumsi makanan atau minuman yang tercemar feses pengidap hepatitis, namun dapat juga melalui praktik seksual.
Ada lima langkah untuk mencegah penyebaran hepatitis A, pertama pastikan kebersihan makanan, minuman, dapur dan alat makan. Kedua, terapkan kebiasaan sanitasi yang baik. Ketiga, karena rute penularan adalah oral, lakukan praktek seksual yang sehat.
Keempat, konsumsi makanan matang karena virus hepatitis bisa mati jika dipanaskan di suhu 85 derajat celcius selama 1 menit. Kelima, lakukan vaksin hepatitis A dua kali dalam jarak waktu 6 bulan untuk proteksi seumur hidup.
Hepatitis B dan C
Infeksi hepatitis B dan C menular melalui darah. Secara vertikal, bayi berisiko terjangkit hepatitis dari ibunya melalui proses kehamilan dan persalinan.
Secara horizontal, paparan terhadap produk darah yang terinfeksi menjadi sebab penularan hepatitis B dan C, misalnya jarum suntik yang tidak steril pada pembuatan tato, piercing atau aktivitas seksual.
Hepatitis B dan C rentan terjadi di kelompok usia produktif sekitar 35-60 tahun karena faktor risiko dari perilaku seksual tak sehat serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
Vaksinasi dan pengobatan
Virus hepatitis A dapat bertahan di luar tubuh dengan masa inkubasi sekitar 3-4 minggu. Meskipun hepatitis A bisa sembuh dengan sendirinya, tetap disarankan untuk melakukan vaksin hepatitis A.
Penanganan hepatitis A sifatnya suportif berdasarkan gejala yang muncul. Jika mual dan muntah, pasien dipastikan tidak dehidrasi dan dapat asupan nutrisi. Jika demam, pasien diberi obat penurun panas.
Kondisi pasien biasanya membaik 1-2 minggu pascainfeksi dengan masa penyembuhan hingga 1 bulan. Namun jika terjadi gagal hati akut, pasien harus dirawat di rumah sakit dengan pemantauan yang ketat.
Untuk hepatitis B, tiga kali vaksinasi untuk usia nol, satu, dan enam bulan terbukti memberi perlindungan seumur hidup. Vaksin hepatitis B bisa melindungi sekitar 90-95 persen kasus.
Di sisi lain, belum ada obat yang bisa memberantas tuntas virus hepatitis B. Adapun untuk terapi memerlukan waktu yang panjang dengan tingkat kesembuhan bervariasi.
Saat ini belum ada vaksin untuk hepatitis C namun sekitar 10 tahun terakhir sudah ada obat DAA (Direct Acting Antiviral) yang bisa dikonsumsi selama 3-6 bulan, tergantung tingkat keparahan (ant/bel/saf/ipg)