Jumat, 25 April 2025

Darmadi Durianto: Indonesia Belum Siap Hadapi Gempuran Tarif Amerika, Harus Negosiasi Bukan Retaliasi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Darmadi Durianto Anggota Komisi VI DPR RI saat menjadi pembicara dalam Dialektika Demokrasi membahas tarif resiprokal AS di gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (24/4/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Darmadi Durianto anggota Komisi VI DPR RI menyoroti potensi dampak serius terhadap industri dalam negeri akibat kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat.

Darmadi menekankan bahwa Indonesia berada dalam posisi sulit untuk melakukan tindakan balasan atau retaliasi.

“Kalau tarif ini jadi diterapkan, pukulannya akan sangat besar. Ada sekitar 3.840 produk Indonesia yang selama ini menikmati tarif 0% untuk masuk ke Amerika. Kalau itu hilang, kita pasti terpukul,” ujar Darmadi dalam Dialektika Demokrasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Ia menyoroti sektor tekstil dan mebel sebagai industri yang paling terdampak karena ketergantungan ekspor ke Amerika Serikat.

“Ekspor tekstil hampir 60% ke Amerika. Industri ini menyerap hampir 4 juta tenaga kerja. Mebel dan perabotan juga sama, sekitar satu juta pekerja. Kalau negosiasi gagal, PHK dan pengangguran bisa terjadi secara masif,” ungkapnya.

Darmadi juga mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara besar seperti China yang mampu melakukan retaliasi terhadap Amerika.

“China berani karena mereka itu ‘samudra besar’. Kita ini masih kolam kecil. Jadi satu-satunya jalan adalah negosiasi yang efektif, bukan perlawanan terbuka,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengkritisi iklim ekonomi dan politik dalam negeri yang dinilainya masih koruptif dan ekstraktif. Ia menyinggung kebijakan kuota impor yang menurutnya banyak disalahgunakan.

“Kuota itu jadi monopoli. Bukan dibagi merata, tapi hanya ke satu pihak. Itu disebut langsung oleh Prabowo Presiden, bahkan ada rencana kuota untuk anggur, salmon, sampai beras khusus,” tutur Darmadi.

Ia juga menyoroti persoalan teknis seperti izin pertek dan TKDN yang menjadi alat permainan birokrasi.

“Service level agreement pertek itu seharusnya lima hari, tapi faktanya bisa sampai dua bulan. Ini karena sistemnya sudah rusak,” tegasnya.

Darmadi memperingatkan bahwa selain tarif Amerika, perlambatan ekonomi China juga menjadi ancaman.

“Kalau ekonomi China turun 1%, PDB Indonesia bisa ikut turun 0,3%. Dan China sedang melambat. Ini harus jadi perhatian serius pemerintah,” jelasnya.

Darmadi menekankan pentingnya ketegasan Indonesia dalam bernegosiasi demi melindungi kepentingan nasional.

“Gaya Trump itu seperti orang mabuk, kadang mau nego, kadang marah-marah. Tapi kita tidak boleh ikut mabuk. Kita harus tegas jaga kepentingan bangsa,” pungkasnya.(faz/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Surabaya
Jumat, 25 April 2025
27o
Kurs