
Edhie Baskoro Yudhoyono Wakil Ketua MPR RI (Ibas) mengajak seluruh elemen, pemerintah, petani, pelaku industri, hingga masyarakat, untuk mendorong hilirisasi dan branding kopi Indonesia yang semakin berkembang dan maju, baik untuk pasar lokal maupun global.
Menurutnya, komoditas kopi Indonesia adalah ruang untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri agar ada efek berganda pada perekonomian nasional.
Pernyataan itu disampaikan Ibas dalam acara Audiensi Kebangsaan dengan topik “Kopi & Koneksi: Cerita Kita Tentang Hidup di Era Smart Society’, yang berlangsung di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/4/25).
“Kopi yang baik itu selalu mencari atau menemukan penikmatnya. Bagi mereka yang sangat mengerti, kenikmatan itu ya tentunya datang dari kita sendiri. Saya pikir banyak dari kita, termasuk generasi muda, kopi itu konteksnya bukan hanya sekadar pergi menikmati minuman ke warung, tapi hari ini adalah tempat kita bercerita, tidak hanya tentang kehidupan, tapi juga segala hal. Apalagi kopi itu juga identik dengan pergaulan dan juga smart society yang semakin hari semakin kita rasakan,” ujarnya.
Politikus Partai Demokrat itu kemudian memaparkan bagaimana kopi yang eksistensinya sudah ada sejak abad ke-9 di Afrika Timur dan terus bergerak hingga abad ke-15.
“Di Indonesia, kita tahu kopi ada sejak zaman penjajahan Belanda, ada dari para pejuang dahulu. Kopi seperti Arabica, Malabar, dan terus berkembang variannya. Peta kopi Indonesia juga menyebar,”papar Ibas.
Lebih lanjut, Ibas juga menyorot potensi geografis dan demografis yang beragam di Indonesia. Sehingga, bisa dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas kopi.
“Bersyukur Indonesia memiliki geografis, demografis yang ragam bagian dari kebangsaan kita juga. Tidak hanya suku, tapi peta kita memiliki kesuburan yang meluas tidak hanya di tanah Sumatra, Jawa, Sulawesi, daerah Timur, dan seterusnya. Semua itu penting, kita punya komoditas kopi yang menjadi kebanggaan dari perdagangan kita. Nah, kopi itu juga penyumbang penerimaan negara kita. At some extend (sampai batas tertentu), kopi kita juga di ekspor. Tadi juga ada kawan-kawan kita, para petani yang sudah menikmati. Betapa hebat dan baiknya kopi kita ini digunakan, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di Asia, Eropa, dan Amerika,” ungkapnya.
Indonesia, kata Ibas, tidak perlu takut untuk bersaing dalam produktivitas kopinya.
“Jadi, simply they are saying about kopi, it’s hard to stop drinking coffee (sulit untuk berhenti minum kopi). Setuju ya? Karena faktanya, Indonesia adalah produsen keempat terbesar di dunia. Ada Brasil, ada Vietnam, ada Columbia. Bahkan, negara yang tadi kita anggap empat besar selain Indonesia, juga tidak perlu kita takut untuk bersaing dalam menjadi champion of producing coffee (juara dalam memproduksi kopi),” paparnya.
Pada kesempatan itu, Ibas mengajak seluruh pihak untuk sama-sama memperhatikan komoditas kopi, agar produksinya meningkat dari tahun ke tahun.
“Alhamdulillah, walau pun sebagian besar kopi kita dimiliki perkebunan rakyat mulai dari 2 sampai 25 hektare, tapi produksi kopi kita ini secara nominal sudah mencapai hampir 450 ribu ton pertahapan. Masih kecil kalau dihadapkan dengan luasnya wilayah Indonesia dan jumlah penduduk kita. Dan kalau dilihat dari volume kita hari ini, 1,4 miliar USD atau setara dengan 23 triliun itu belum optimal dalam penerimaan negara kita,” jelasnya.
Dia optimistis pengembangan komoditas kopi memiliki potensi besar. Walau ada gonjang ganjing terkait dengan perang tarif atau perang bersenjata di Ukraina dan Rusia, Indonesia tidak perlu perang kopi, karena kopi bisa saja ada di mana-mana.
“Artinya, komunitas kopi bisa menyasar semua masyarakat yang ada di dunia. The opportunity is there (peluangnya ada di sana),” ucapnya.
Oleh karena itu, sebagai wakil rakyat, Ibas berjanji terus mendorong dan mengawal agar komoditas kopi di Indonesia terus tumbuh berkembang.
“Saya sebagai pimpinan dan wakil rakyat tentu mendorong, mengawal, dan memperjuangkan agar pertanian, perkebunan kopi kita terus berkembang. Tidak mengecil, tidak kemudian menurun produksinya di hulu. Di hilir pun kami berharap dan mendorong agar hilirisasi dari turunan pengembangan kopi ini terus dirasakan,” sambungnya.
Anggota DPR RI dapil Jawa Timur VII itu kemudian menyampaikan, Indonesia harus memandang kopi sebagai peluang untuk mendorong konsumsi dalam negeri demi menciptakan efek ekonomi yang lebih luas.
“Kita melihat kopi adalah ruang untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri kita agar perekonomian kita bisa menjadi lebih multiplier,” katanya lagi.
Di sisi lain, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkenalkan kopi ke pasar global agar citra Indonesia, yang diwakili oleh semangat merah putih, semakin dikenal.
“Sehingga kalau ada di benak orang lain di dunia, ini kopi dari mana? Nah kita yang harus membuat branding kopi itu menjadi satu kenyataan bahwa Indonesia bisa memasuki era penetrasi melalui produk kopi itu sendiri,” serunya.
Satrea salah seorang peserta Audiensi Pemilik Kopi Wanoja, peraih penghargaan Cup of Excellence (COE) tahun 2021, sekaligus pengelola lebih dari 20 hektar perkebunan kopi menyampaikan beberapa aspirasinya pada acara itu.
“Pak Ibas, terima kasih atas undangannya, karena baru kali ini kami diundang langsung oleh MPR/DPR, apalagi oleh pimpinannya. Perlu kami ceritakan sedikit apa yang kami alami. Produktivitas kopi memiliki beberapa kendala seperti tidak daanya kepastian iklim. Sehingga, sulitnya perawatan bibit berkualitas. Selain itu, harga kopi juga tinggi disebabkan operasional yang tinggi tidak diimbangi dengan produktivitasnya. Salah satu kesulitannya adalah akses ke kebun kopi yang sulit. Harus dipanggul atau paling memungkinkan memakai motor. Selama ini kami bisa ekspor, ada peningkatan. Namun, jika tidak diimbangi dengan produktivitas yang tinggi akan sangat disayangkan. Jadi, tolong untuk menjadi perhatian bersama,” ungkapnya.
Acara itu dihadiri oleh beberapa peserta di antaranya, Rani Mayasari pendiri Java Halu Coffee Farm, Ayi Sutedja petani kopi sekaligus Ketua Murbeng Puntang dan aktif dalam Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), dan Adi Taroepratjeka Instruktur Q Grader Kopi Pertama di Asia Tenggara. (rid/ipg)