
Penahanan ijazah karyawan yang dilakukan perusahaan di Kota Surabaya merupakan bentuk praktik penggelapan hubungan kerja.
Satria Unggul Wicaksana Perkasa Praktisi Hukum Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya saat mengudara di program Wawasan Radio Suara Surabaya menyebut, merujuk Pasal 1325 KUH Perdata (BW) mengatur tentang “paksaan” dalam suatu perjanjian, penahanan ijazah tidak masalah jika kedua pihak antara pekerja dan pemberi kerja punya posisi seimbang atau sama-sama sepakat.
“Tapi kalau dilihat detail bahwa kebanyakan pekerja yang ditahan ijazah itu yang tidak punya relasi kerja yang seimbang atau terjadi ketimpangan, karena banyak pekerja butuh pekerjaan, sehingga mau enggak mau menyerahkan ijazah sebagai jaminan,” katanya, Selasa (15/4/2025).
Tapi kebanyakan penahanan ijazah pekerja tidak punya relasi seimbang, itu yang jadi masalah. Seperti kasus dugaan penahanan ijazah yang dilakukan UD Sentosa Seal terhadap pekerjanya yang diungkap Armuji Wakil Wali Kota Surabaya dalam inspeksi mendadaknya. Kasus ini masuk kategori penggelapan hubungan kerja.
“Itu jadi bukti ketimpangan relasi kerja akan menciptakan diskriminasi, merugikan pekerja, karena pemberi kerja akan bertindak seenaknya. Dia akan masuk kategori penggelapan hubungan kerja,” ucapnya.
“Kalau dirujuk Pasal 374 KUHP, yang lama yang belum direvisi, dijelaskan mereka yang melakukan penggelapan bisa dituntut minimal 5 tahun hukuman pidana,” imbuhnya.
Pemerintah harus meninjau ulang detil UU Ketenagakerjaan maupun Omnibus Law untuk menangani pekerja yang mengalami ketimpangan dalam relasi kerja serupa.
“Aturan intinya dalam hubungan kerja, artinya di UU Ketenagakerjaan termasuk Omnibus Law harus ditinjau detil bagaimana pekerja yang mengalami ketimpangan dalam relasi hubungan kerja,” ucapnya.
Sementara sejumlah sumber hukum rujukan bisa dipakai jika terjadi sengketa mulai dari SE Menteri Ketenagakerjaan 1993, putusan Pengadilan Negeri, hingga Perda Jatim Nomor 8 Tahun 2016.
“Dalam hukum tidak ada alasan tidak melindungi hak pekerja karena tidak ada dasar hukumnya, maka penggunaan Perda Jatim cukup baik untuk melindungi pekerja di Jatim termasuk Surabaya,” jelasnya.
“Perda Jatim ini dalam rangka memberi proteksi meski Perda Jatim tidak bisa memberi sanksi pidana atau selain administrasi,” imbuhnya.
Meski perjanjian penahanan ijazah atayu berkas lain bisa dilakukan atas dasar sama sepakat, menurutnya lebih kuat jika perjanjian dilakukan di hadapan Dinas Tenaga Kerja setempat.
Ia menyarankan agar pekerja berhati-hati dengan melihat detil terlebih dulu alasan penahanan ijazah oleh perusahaan yang dilamar. Kalau sudah terlanjur, bisa melakukan pelaporan ke Disnaker setempat, Ombudsman, atau melakukan gugatan perdata atau pidana.
“Kalau itu dilakukan tanpa alasan yang jelas, cenderung bersifat manipulatif saran saya sebaiknya menghindari atau mencari baru,” sarannya.
Sementara bagi pengusaha, lanjutnya, harus transparan dalam menyusun perjanjian hubungan kerja, tanpa melanggar hak pekerja dan prinsip hukum.
“Untuk memastikan bisnis yang dilakukan bisa dilakukan sesuai koridor hukum,” tandasnya. (lta/faz)