
Sengketa merek Kutus Kutus tengah menjadi perhatian publik. Di balik kesuksesan minyak balur yang telah dikenal luas ini, tersimpan kisah tentang perjuangan membangun usaha, dinamika hubungan keluarga, serta pertarungan hukum untuk mempertahankan hak atas merek yang telah terdaftar secara resmi sejak lebih dari satu dekade lalu.
Konflik ini mulai mengemuka setelah wafatnya Ibu Lilies Susanti Handayani, sosok yang dikenal sebagai figur penting dalam perjalanan awal Kutus Kutus. Pasca kepergiannya, muncul perbedaan sikap mengenai arah usaha dan kepemilikan merek, hingga gugatan dilayangkan terhadap Fazli Hasniel Sugiharto, putra kandung almarhumah, oleh ayah sambungnya yaitu Bambang Pranoto (Penggugat I) dan sebuah badan hukum yang bertindak sebagai Penggugat II.
Dalam proses persidangan yang saat ini berlangsung, Tergugat diwakili oleh Dr. Ichwan Anggawirya, S.H., M.H. dari kantor hukum Master Lawyer, sementara Para Penggugat diwakili oleh Elsiana Inda Putri Maharani, S.H., M.Hum dari kantor hukum K&K Advocates.
Kepemilikan Merek dan Fakta Hukum
Persidangan mencatat bahwa merek Kutus Kutus telah terdaftar secara sah atas nama Fazli Hasniel Sugiharto sejak tahun 2014, dan hingga kini status pendaftarannya tidak berubah.
Artinya, secara hukum, merek ini adalah hak eksklusif Tergugat, terlepas dari nuansa kekeluargaan yang melingkupi perjalanan awal usahanya.
Peran Keluarga dan Kontribusi Almarhumah
Tak dapat dipungkiri, keberhasilan Kutus Kutus turut dipengaruhi oleh kontribusi keluarga. Almarhum Ibu Lilies Susanti Handayani disebut dalam persidangan sebagai sosok pendamping di masa awal usaha, yang turut mendukung upaya anaknya dalam memasarkan produk herbal ini.
Namun, fakta bahwa merek didaftarkan secara sah oleh Fazli Hasniel Sugiharto, menunjukkan bahwa sejak awal hak atas merek telah diakui dan terpisah secara hukum serta tidak ada masalah selama 10 tahun. Hal ini menjadi dasar kuat bahwa hak atas merek bukan bagian dari aset bersama, melainkan hak individual yang dilindungi undang-undang.
Perubahan Struktur di Pihak Penggugat II Menambah Kompleksitas
Perkara ini menjadi semakin kompleks setelah Penggugat II yang merupakan badan hukum mengalami perubahan struktur dan kepengurusan.
Masuknya pihak lain ke dalam badan usaha tersebut setelah wafatnya almarhumah menimbulkan sejumlah pertanyaan, termasuk tentang alasan serta urgensi klaim atas merek yang baru diajukan pada tahun 2024, lebih satu dekade sejak merek secara resmi dimiliki dan digunakan oleh Tergugat.
Fakta tersebut menjadi sorotan penting dalam dinamika perkara ini.
Kesaksian dan Dinamika Internal
Dalam persidangan, juga muncul kesaksian mengenai keterlibatan figur “wanita muda” yang disebut oleh saksi dari pihak Tergugat.
Meski belum terungkap secara pasti siapa yang dimaksud dan apa perannya, kehadiran figur ini menjadi catatan tersendiri dalam dinamika internal usaha belakangan.
Namun yang jelas, kepemilikan atas merek Kutus Kutus tetap berada pada Tergugat secara sah, dan tidak terkait dengan perubahan yang terjadi dalam struktur badan hukum Penggugat II.
Menanti Putusan yang Menjaga Keutuhan Warisan Usaha
Dengan berjalannya proses hukum ini, banyak pihak berharap bahwa putusan yang akan dijatuhkan kelak benar-benar berpijak pada fakta hukum yang sah, serta menghargai proses panjang dalam membangun dan menjaga merek ini secara bertanggung jawab.
Pihak Tergugat menegaskan akan terus mempertahankan hak atas merek Kutus Kutus, yang telah dibangun bersama almarhum ibunya dengan dedikasi dan integritas, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan legal terhadap usaha keluarga yang telah berjalan sejak lama.
Terlepas dari polemik yang mengemuka, Kutus Kutus tetap dipandang sebagai simbol ketekunan, keberanian, dan nilai luhur dalam membangun usaha dari bawah. Publik kini menanti hasil akhir dari perjuangan ini, dengan harapan bahwa keadilan berpihak pada kebenaran yang tercatat dan terbukti secara sah, bukan semata klaim yang terlambat muncul di tengah jalan. (adv/ipg)