Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan penolakan terhadap rencana dimasukkannya delik korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Basaria Panjaitan Wakil Ketua KPK mengatakan, pihaknya sudah lima kali mengirimkan surat secara bertahap kepada Joko Widodo Presiden, Ketua Panja RUU KUHP DPR dan Kementerian Hukum dan HAM.
Isi surat itu meminta supaya Pemerintah mencabut delik tipikor dalam RUU KUHP yang tengah dibahas Pemerintah dan DPR RI.
Menurut Basaria, karena sudah ada Undang-Undang khusus yang mengatur Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebaiknya tidak perlu lagi diatur dalam KUHP.
“Kami tetap pada pendapat, karena tipikor sudah diatur sendiri dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, maka tidak perlu lagi dibuat dua kali. Kalau dulu tipikor sudah dikeluarkan dengan dibentuk UU khusus, kenapa sekarang mau dimasukkan lagi?” ujar Basaria di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/6/2018).
Sekadar diketahui, dalam pandangan KPK, tindak pidana korupsi yang dimasukkan ke dalam buku RUU KUHP bertentangan dengan politik hukum, perkembangan kondisi serta kebutuhan bangsa dan negara.
Hal itu dinilai sebagai pengingkaran atas komitmen bersama bangsa Indonesia untuk memberantas korupsi secara luar biasa, karena Indonesia masih darurat korupsi.
Masuknya delik Tipikor dalam RUU KUHP, juga menghilangkan sifat khusus tindak pidana korupsi serta penanganannya.
Sebelumnya, Bambang Soesatyo Ketua DPR RI mengatakan pembahasan RUU KUHP segera selesai dan rencananya bisa disahkan menjadi UU, sebelum 17 Agustus 2018. (rid/rst)