Selasa, 18 Maret 2025

Alasan Sebaiknya Selesaikan Masalah Pernikahan dengan Bantuan Profesional, Bukan Orang Tua

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Perceraian. Ilustrasi

Pernikahan itu relasi pasangan yang harus ditempuh dengan kompromi seumur hidup. Jika sudah bermasalah, harus mencari pihak netral, yaitu profesional. Bukan orang tua yang tidak bisa objektif.

Bahasan itu dikupas Prof. Jenny Lukito Setiawan Dosen Psikologi Universitas Ciputra saat mengudara dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya yang mengangkat topik rencana Kementerian Agama mengadakan program kursus pra nikah 1 semester untuk mencegah perceraian.

Jenny sepakat, lama perkenalan seseorang yang sudah terjalin tidak menjamin satu sama lain paham dan sanggup menyatukan perbedaan masing-masing.

“Kalau saya refleksikan diri saya sendiri, pacaran lama tidak menjamin. Tahun-tahun pertama (pernikahan) penuh tantangan banget,” ujarnya membuka opininya, Selasa (18/3/2025).

Relasi pernikahan tidak bisa mengaburkan latar belakang kehidupan yang dibawa masing-masing orang, mulai dari pendidikan, budaya, kebiasaan, pengalaman hidup, cara komunikasi, cara berpikir, dan masih banyak lagi.

“Tingkat sensitivitas itu beda. Ini yang harus (dicari) untuk bisa terhubung satu sama lain,” ungkapnya.

Direktur Universitas Ciputra Center For Marriages And Family (UCMFC) itu juga tak menutup mata budaya di Indonesia, keluarga berperan besar terhadap hubungan pernikahan setiap pasangan.

“Apa yang mereka katakana sering terngiang-ngiang,” imbuhnya.

Untuk menyatukan semua perbedaan juga gesekan yang mungkin terjadi, perlu kesepakatan dan kompromi yang cocok setiap pasangan.

“Itu yang perlu dibahas. Perlu disepakati. Dicari bentuk komprominya,” tutur Prof. Jenny yang juga Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Pengembangan Universitas Ciputra.

Pernikahan tidak sekedar hanya paham melaksanakan kewajiban dan terpenuhi haknya masing-masing.

“Padahal relasi pernikahan jauh lebih besar dari (hubungan transaksional seperti) itu. Bukan cuma hak dan kewajiban, tapi benar-benar ada ikatan emosional biar bisa menikmati relasi pernikahan itu sendiri,” bebernya lagi.

Juga tidak sesederhana paham ketentuan agama. Banyak kasus perceraian yang tetap dipilih pasangan sekalipun mereka tahu bercerai tidak dibenarkan.

“Banyak klien pasangan yang akhirnya konflik. Secara agama tidak boleh bercerai, tapi saya enggak tahu mesti gimana, sehari-hari lelah dengan pernikahan ini. Enggak bisa nyambung lah,” ucap Prof. Jenny menceritakan salah satu alasan pasangan bercerai.

Jika kompromi itu sulit ditempuh, atau sudah mengalami masalah serius dalam pernikahan, Prof. Jenny menilai setiap pasangan harus membuka diri untuk mencari solusi ke profesional.

Orang tua bukan satu-satunya opsi untuk dimintai pertimbangan jika pasangan tidak bisa memastikan objektivitasnya.

“Menurut saya mereka akan kembali ke orang tua untuk curhat, tapi kadang orang tua kurang bijak, tidak semuanya memang. Kita perlu lihat objektivitas mereka. Seringkali karena (hubungan) keluarga, (orang tua akan) lebih berat (membela) anak. Karena itu saya berpikir perlu terbuka ke professional,” jelasnya.

Tujuannya, pasangan akan mendapat treatment untuk Kembali menjalin hubungan yang harmonis, memperbaiki komunikasi, menemukan cara menyampaikan keluhan agar tidak memendam tapi juga tidak melukai pasangan, dan sebaliknya.

“Kita selalu ngomong penting komunikasi, tapi enggak pernah masuk ke dalamnya konkretnya komunikasi. Apakah mendam perasaan saja, apa harus terus terang. Kalau iya, gimana caranya supaya enggak melukai dan bisa mengeluarkan apa yang saya pikirkan. Karena kalau enggak ngomong, pasangan enggak akan megerti dan sebaliknya,” paparnya lagi.

Kesadaran datang ke profesional itu, lanjutnya, sudah mulai tumbuh, tapi seringkali sudah dalam kondisi pernikahan di ujung tanduk.

“Tidak menutup kemungkinan di profesional, orang tua (setiap pasangan) bisa ikut juga (untuk mencari solusi),” tandasnya.

Tumpukan emosi negatif setiap pasangan yang tidak segera diselesaikan, akan menghambat relasi pernikahan yang positif.

“Banyak PR-nya. Luka-luka yang terjadi, itu perlu waktu untuk diobati,” tutupnya. (lta/iss)

 

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Belakang Suroboyo Bus

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Surabaya
Selasa, 18 Maret 2025
28o
Kurs