Bambang Soesatyo Ketua DPR RI mengharapkan pengamanan di Kompleks Parlemen Senayan segera ditingkatkan seiring eskalasi ancaman terorisme. Menurut dia, keputusan DPR menyetujui Undang-undang Antiterorisme baru telah memicu teroris makin antipati terhadap parlemen.
Bamsoet mengatakan, gejala kemarahan sel-sel terorisme terhadap DPR sudah terbaca pada tertangkapnya tiga terduga teroris di Universitas Riau, Pekanbaru, Sabtu (2/6/2018). Berdasarkan penelusuran Polri, ketiga terduga teroris sudah menyiapkan empat bom aktif berdaya ledak tinggi untuk mengebom gedung DPR dan DPRD Riau.
“Rencana serangan terhadap gedung DPR RI itu merupakan respons sel-sel teroris di dalam negeri atas gerak cepat DPR mengesahkan Undang-undang Antiterorisme baru-baru ini,” ujar Bamsoet di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/6/2018).
Dia mengatakan, UU Antiterorisme baru menjadikan aparat baik TNI ataupun Polri bisa melakukan penindakan untuk mencegah teroris beraksi. Bamsoet menyebut UU itu membuat sel-sel teroris yang selama ini tidur langsung bereaksi.
“Sebab, UU ini semakin mempersempit ruang gerak mereka. Kemarahan itulah yang ingin dilampiaskan tiga terduga teroris di Riau dengan rencana meledakan bom di gedung DPR RI. Jadi, kini, DPR RI dan juga sejumlah DPRD sudah menjadi target serangan teroris,” tegasnya.
Karena itu, kata Bamsoet, mekanisme pengamanan gedung DPR harus segera diperbaiki. Jika memang perlu, pengamanan terhadap gedung-gedung DPRD provinsi atau kabupaten/kota di wilayah rawan terorisme harus ditingkatkan.
“Pola serangan acak yang sama kemungkinan besar akan dilancarkan sel-sel teroris di dalam negeri sebagai pelampiasan kemarahan mereka terhadap DPR maupun DPRD,” jelasnya.
Mantan ketua Komisi III DPR itu menegaskan, sebelumnya markas kepolisian dan anggota Polri menjadi dasaran teror karena sel-sel teroris marah. Pemicunya Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri makin aktif menggulung sel-sel teroris di berbagai daerah.
Rangkaian operasi itu mempersempit ruang gerak sel-sel teroris sehingga memicu kemarahan untuk membalas dendam.
“Kemarahan dan dendam itu kemudian dilampiaskan dalam sejumlah serangan, mulai dari serangan bom Sarinah dan serangan bom Kampung Melayu, kasus penikaman dua orang personel Polri di Masjid Masjid Falatehan, dekat Mabes Polri, Jakarta Selatan, serangan bom Panci di Bandung dan rentetan serangan Mapolres serta Polres di sejumlah kota,” pungkas Bamsoet.(faz/tna/ipg)