Selasa, 4 Maret 2025

KPK Ungkap Kasus Korupsi LPEI Berpotensi Rugikan Negara Rp11,7 Triliun

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Budi Sokmo Kasatgas Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (kiri) dan Tessa Mahardhika Sugiarto Juru Bicara KPK berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Antara

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan ada 11 debitur yang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang berpotensi merugikan keuangan negara sekitar Rp11,7 triliun.

“Sejak Maret 2024, KPK melakukan penyelidikan terhadap kurang lebih 11 debitur. Sebelas debitur yang diberikan kredit oleh LPEI. Ada pun total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp11,7 triliun,” kata Budi Sokmo Kasatgas Penyidik KPK saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Penyidik KPK saat ini baru menetapkan lima orang sebagai tersangka, dengan dua orang tersangka dari pihak LPEI Wahyudi Direktur Pelaksana 1 LPEI dan Arif Setiawan Direktur Pelaksana 4 LPEI.

Adapun tiga tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Jimmy Masrin Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho Direktur Utama PT Petro Energy, dan Susi Mira Dewi Sugiarta Direktur Keuangan PT Petro Energy.

“Sepuluh debitur lainnya masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut, untuk kemudian nantinya akan kita sampaikan juga kepada rekan-rekan jurnalis, saat akan ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya, dilansir Antara.

Budi belum bisa mengungkapkan soal 10 debitur yang saat ini tengah diperiksa oleh penyidik KPK dalam perkara tersebut, namun dia mengungkapkan 10 perusahaan tersebut bergerak dalam tiga sektor.

“Untuk sementara kami tidak bisa menyebutkan karena masih dalam proses pendalaman, namun terkait sektornya kurang lebih adalah di sektor macam-macam ya. Ada di sektor perkebunan, kemudian di shipping, ada juga kemudian di industri terkait dengan energi. Jadi di tiga sektor itu,” kata Budi.

KPK pada Senin (3/3/2025), mengumumkan telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di lingkungan LPEI.

“Lima orang tersangka ini terdiri atas dua orang, yaitu direktur dari LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy atau PT PE,” kata Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, para tersangka tersebut adalah Wahyudi Direktur Pelaksana 1 LPEI dan Arif Setiawan Direktur Pelaksana 4 LPEI.

Selain mereka yang menjadi tersangka, Jimmy Masrin Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho Direktur Utama PT Petro Energy, dan Susi Mira Dewi Sugiarta Direktur Keuangan PT Petro Energy.

Budi menerangkan perkara tersebut berawal pada tahun 2015, atau saat itu PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih 60 juta dolar AS atau sekitar Rp988,5 miliar.

Kredit tersebut diterima dalam tiga termin, yakni termin pertama pada tanggal 2 Oktober 2015 sekitar Rp297 miliar rupiah, kemudian pada tanggal 19 Februari 2016 sebesar Rp400 miliar rupiah, dan pada tanggal 14 September 2017 sebesar Rp200 miliar.

Para direksi dari LPEI ini, kata dia, mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86, yang artinya pengeluaran perusahaan lebih besar dari pendapatan yang berpotensi membuat PT PE kesulitan melakukan pembayaran terhadap kredit yang diberikan oleh PT LPEI.

Direksi LPEI yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut juga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan proposal kredit.

PT PE juga membuat kontrak palsu, kemudian menjadi dasar mengajukan kredit kepada LPEI. Hal tersebut diketahui oleh direksi dari PT LPEI.

Namun, keduanya bahkan membiarkan dan tidak melakukan evaluasi ketika pembayaran kredit termin pertama tidak lancar.

Menurut Budi, hal itu sudah diketahui dan sudah diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur.

“Namun, para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawah, bahwa sebenarnya PT PE tidak berhak mendapatkan top up sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar setelah pengucuran yang pertama,” kata Budi.

Semua masalah tersebut diabaikan oleh kedua direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap dikeluarkannya kredit tersebut.

Hal itu karena sebelum dilaksanakan pemberian kredit terjadi pertemuan antara direksi PT PE dan direksi LPEI.

“Mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah,” ujarnya.

Atas perbuatan melawan hukum tersebut, penyidik KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka dengan perhitungan kerugian keuangan negara masih dalam perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (ant/dra/lta)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Selasa, 4 Maret 2025
29o
Kurs