
Komisi VI DPR RI meminta PT Pertamina Patra Niaga memastikan masyarakat yang menjadi konsumen BBM mendapatkan produk sesuai dengan yang dijanjikan, menyusul keresahan masyarakat dampak dari kasus dugaan mega korupsi Pertamina yang merugikan negara sekitar Rp193,7 triliun per tahun.
Adisatrya Suryo Wakil Ketua Komisi VI DPR RI mengatakan bahwa pihaknya pun menyoroti hal yang berkembang di media sosial terkait isu bahwa RON 92 (Pertamax) yang dijual memiliki kualitas lebih rendah, yakni RON 90 (Pertalite). Menurut dia, hal itu sangat merugikan konsumen.
“Anggota kami banyak menanyakan kemungkinan-kemungkinan terjadinya permainan kualitas ini,” kata pimpinan komisi yang membidangi urusan Perdagangan, Kawasan Perdagangan dan Pengawasan Persaingan Usaha, dan BUMN itu, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Adapun sejumlah Anggota DPR RI sempat melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap SPBU Palmerah Utara, Jakarta (3/3/2025), untuk mengecek kondisi penjualan BBM. Mereka juga sempat mengambil sampel BBM jenis Pertamax serta berbincang dengan petugas SPBU dilansir Antara.
Sidak itu pun didampingi oleh Eduward Adolof Kawi Direktur Rekayasa dan Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga. Menurut dia, pihak Pertamina mengakui bahwa ada penurunan pembelian Pertamax sekitar 10 persen dari biasanya.
“Karena memang alternatifnya di segmen atas ini ya dimana konsumennya mungkin lebih mampu untuk membeli dari brand-brand lain, merk-merk lain yang mereka beralih,” kata dia.
Namun dari peninjauan tersebut, menurut dia, penjualan BBM di SPBU Palmerah Utara masih tergolong normal. Dia mengatakan bahwa Pertamina pun yakin penurunan pembelian Pertamax hanya bersifat sementara.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus blending yang digunakan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023.
“Hasil penyidikan adalah RON 90 atau yang di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 di-blending dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92,” kata Direktur Penyidikan pada Abdul Qohar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung kepada awak media yang dikutip di Jakarta (27/2/2025). (ant/kak/iss)