Senin, 3 Maret 2025

Studi Ungkap Penurunan Berat Badan Bisa Jadi Tanda Awal Demensia

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Demensia. Foto: iStock Ilustrasi - Demensia. Foto: iStock

Studi baru menunjukkan penurunan berat badan dan perubahan metabolisme dapat terjadi pada fase awal demensia, penurunan fungsi kognitif yang berpengaruh pada ingatan, pemikiran, dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari yang sering terjadi pada orang berusia lanjut.

“Demensia berkembang selama bertahun-tahun sebelum gejalanya terlihat,” kata Zimu Wu peneliti penyakit kronis dan penuaan di Universitas Monash di Australia, selaku salah satu penulis hasil studi.

“Studi ini menunjukkan bahwa penurunan berat badan dan perubahan metabolisme dapat terjadi selama fase awal,” imbuhnya dilansir dari Antara pada Minggu (2/3/2025).

Dalam studi tersebut, para peneliti mengamati lansia sehat yang mengalami dan tidak mengalami demensia selama 11 tahun untuk menilai bagaimana faktor risiko kardiometabolik seperti obesitas, kolesterol tinggi, diabetes, dan tekanan darah tinggi bisa menjadi penanda awal demensia di kemudian hari.

Studi yang dilaksanakan tahun 2010 sampai 2022 dan melibatkan hampir 5.400 peserta itu memeriksa ukuran kesehatan kardiometabolik seperti indeks masa tubuh, lingkar pinggang, tekanan darah, serta kadar glukosa, trigliserida, LDL (kolesterol jahat), HDL (kolesterol baik), dan kolesterol total.

Pada akhirnya, ada 1.078 orang yang mengalami demensia dan 4.312 orang yang tidak mengalami demensia dalam studi tersebut.

Mereka yang mengalami demensia memiliki indeks masa tubuh dasar lebih rendah dan mengalami penurunan indeks lebih tajam mulai setidaknya 11 tahun sebelum didiagnosis demensia.

Di samping itu, studi yang diterbitkan di JAMA Network Open edisi Februari 2025 itu menunjukkan bahwa mereka yang mengalami demensia memiliki lingkar pinggang jauh lebih rendah 10 tahun sebelum diagnosis.

Orang dengan demensia juga mengalami peningkatan kadar kolesterol HDL yang lebih besar, khususnya antara 11 dan empat tahun sebelum diagnosis.

Meskipun hasil studi mungkin menunjukkan bahwa penurunan berat badan dapat meningkatkan risiko demensia, namun yang terjadi justru sebaliknya menurut Willa Brenowitz ahli epidemiologi dan peneliti di Kaiser Permanente Center for Health Research.

“Penurunan berat badan dikaitkan dengan demensia karena demensia menyebabkan penurunan berat badan,” katanya merujuk pada “hubungan sebab akibat terbalik” antara penurunan berat badan dan demensia.

Menurut Wu, ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan hal itu terjadi.

“Penurunan berat badan mungkin merupakan tanda awal perubahan otak terkait demensia yang memengaruhi nafsu makan, metabolisme, dan fungsi harian,” kata Wu.

“Perubahan gaya hidup yang terkait dengan perubahan otak ini, seperti lupa makan, kesulitan menyiapkan makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan keterlibatan sosial, juga dapat menjadi penyebabnya,” ia menambahkan.

Peningkatan kadar HDL di antara penderita demensia bisa jadi muncul karena tubuh merespons perubahan fungsi otak yang sangat dini, kata Wu.

Kendati demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan pasti penurunan berat badan dengan demensia serta alasan yang mendasarinya.

Dalam banyak kasus, penurunan berat badan merupakan bagian umum dari penuaan, dan tidak selalu berarti bahwa seseorang akan mengalami masalah kognitif.

“Meskipun pola ini diamati, cara membedakan perubahan (berat badan) ini dari penuaan normal dalam situasi praktis berada di luar cakupan penelitian ini,” kata Wu, menekankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengetahuinya.

Penurunan berat badan yang tidak disengaja harus dipertimbangkan bersama dengan pengukuran lain seperti tes kognitif, neuro-imaging, dan biomarker untuk melihat apakah hal itu terkait dengan demensia atau hal lain.

Jika seseorang mengalami penurunan berat badan serta tanda-tanda demensia seperti perubahan dalam rentang perhatian, penilaian, pemecahan masalah, atau kemampuan komunikasi maka pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan.

“Kesehatan kognitif sebaiknya diperiksa jika ada alasan potensial lain yang perlu dikhawatirkan, seperti seseorang menyadari bahwa dirinya atau anggota keluarganya mengalami lebih banyak masalah memori daripada sebelumnya, atau perubahan kognitif lainnya,” kata Brenowitz. (ant/dra/saf/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Senin, 3 Maret 2025
28o
Kurs