
Tidak hanya merusak pikiran dan tubuh, stres yang berkepanjangan juga dapat berdampak pada kesehatan gigi dan mulut.
Laporan Hindustan Times yang dikutip Antara, pada Jumat (28/2/2025), Dr. Prafull Sabadra Founder of Pusat Kedokteran Gigi Dr. Sabadra’s, mengungkapkan efek samping yang komprehensif untuk gigi ketika seseorang berada di bawah tekanan.
Selain kebiasaan impulsif, banyak penyakit juga muncul. Dalam hal ini dia menjelaskan kebiasaan dan konsekuensi lain dari stres, di antaranya:
Menggertakkan gigi (Bruxism)
Stres sering bermanifestasi sebagai bruxism, yaitu kebiasaan menggertakkan atau mengatupkan gigi secara tidak sadar, terutama saat tidur. Hal ini dipicu karena kecemasan dan ketegangan meningkatkan aktivitas otot di rahang, yang menyebabkan tekanan berlebihan pada gigi.
Konsekuensi yang terjadi akibat kebiasaan bruxism bisa menyebabkan seperti gigi retak atau patah, keausan enamel atau kerusakan lapisan pelindung gigi sehingga meningkatnya sensitivitas dan kerentanan terhadap pembusukan, serta nyeri rahang dan gangguan sendi temporomandibular (TMJ).
Mulut kering akibat stres (Xerostomia)
Stres kronis memengaruhi sistem saraf dan menghambat produksi air liur sehingga menjadi berkurang. Obat-obatan antikecemasan dan antidepresan sering kali juga memperparah mulut kering.
Hal ini bisa menimbulkan konsekuensi seperti meningkatnya risiko kerusakan gigi karena berkurangnya pembersihan alami, penyakit gusi dan infeksi mulut, serta kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara.
Mengabaikan kebersihan gigi dan mulut
Stres dan masalah kesehatan mental seperti depresi sering kali mengurangi motivasi untuk menjaga kebersihan mulut yang tepat. Tak hanya itu, stres juga dapat memicu kebiasaan makan yang tidak sehat (misalnya, makanan manis atau asam) yang selanjutnya merusak gigi.
Selain itu, penggunaan tembakau atau alkohol kerap kali sebagai penghilang stres yang justru memperburuk masalah mulut.
Respons imun melemah
Stres menekan sistem kekebalan tubuh, membuat gusi lebih rentan terhadap peradangan dan infeksi (misalnya, gingivitis dan periodontitis). Selain itu, juga bisa memperlambat pemulihan dari operasi atau cedera mulut.
Gangguan tidur
Stres mengganggu tidur, secara tidak langsung memperburuk bruxism. Kurang tidur mengganggu kemampuan tubuh untuk memperbaiki jaringan mulut.
Hormon stres dan kesehatan mulut
Meningkatnya kadar kortisol mengurangi daya tahan tubuh terhadap infeksi dan peradangan mulut. Stres jangka panjang dapat melemahkan kepadatan tulang rahang, meningkatkan risiko kehilangan gigi.
Selain itu, saat stres kerap kali menimbulkan kebiasaan buruk seperti menggigit kuku, mengunyah pulpen, atau menggunakan gigi untuk membuka kemasan dapat merusak enamel dan gigi.
Cara mencegahnya
Dr Prafull Sabadra membagikan kiat menerapkan taktik proaktif guna mengurangi dampaknya, seperti mengurangi stres, dianjurkan untuk berlatih mindfulness, meditasi atau yoga. Carilah terapi profesional untuk masalah kesehatan mental kronis.
Kemudian, dalam menjaga kebersihan mulut bisa dengan melakukan rutinitas seperti menyikat gigi dua kali sehari, membersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi, dan menggunakan pasta gigi berfluorida. Tetap terhidrasi untuk mengatasi mulut kering
Lebih lanjut, dia menyarankan batasi gula dan makanan asam bisa dengan pilih alternatif yang kaya nutrisi, serta bisa berkonsultasi ke dokter gigi untuk perawatan fluoride dan gusi.(ant/iss)