![](https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2025/02/Billy-Handywijayanto-170x110.jpg)
Billy Handiwiyanto Kuasa Hukum Ivan Sugiamto terdakwa kasus perundungan anak mempertanyakan unsur pasal-pasal yang menjerat kliennya, dalam nota keberatan (eksepsi), yang dibacakan dalam sidang lanjutan, Rabu (12/2/2025), di Pengadilan Negeri Surabaya.
Di dalam Ruang Cakra, Billy membacakan beberapa poin eksepsi yang diajukan kliennya.
“Bahwa dalam dakwaan, tuntutan umum tidak menguraikan dengan jelas dan tetap, bagaimanakah dan dengan cara bagaimanakah terdakwa melakukan ancaman dan kekerasan pada korban EN,” ujarnya.
Menurut Billy, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menguraikan terdakwa meminta korban EN untuk bersujud dan menggonggong sebagai bentuk permintaan maaf.
“Tapi, di dalamnya tidak diuraikan ancaman kekerasan seperti apa yang dibuat terdakwa terhadap korban EN,” ungkapnya.
Kemudian, Billy juga menyinggung soal perjanjian perdamaian yang sebelumnya dilakukan oleh kedua orang tua anak, bahkan viral di media sosial.
Tapi, lanjut Billy, setelah kasus itu kembali viral, muncul surat kuasa untuk melaporkan terdakwa.
“Ini saya rasa fakta yang harus terbuka di persidangan nanti. Apakah (sebenarnya) ada perdamaian atau tidak? Apakah perdamaian itu karena keinginan atau ada paksaan?” tegasnya.
Billy melanjutkan, jika dalam persidangan ke depan pengajuan eksepsinya ditolak, pihaknya akan membuka fakta lain.
“Jadi, saya harap kalau putusan setelah ini ditolak karena pokok perkara, maka semua itu akan kami buka di persidangan mengenai fakta-fakta agar di dalam pembelaan hak hukum terdakwa bisa terang benderang,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam surat dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana, dijelaskan kronologi lengkap kejadian perundungan yang dilakukan Ivan Sugiamto terhadap korban.
“Kejadian bermula saat anak terdakwa dan korban saling ejek. Dalam ejekan itu, korban menyebut anak terdakwa seperti anjing poodle,” ungkap Ida Bagus Widnyana selaku JPU.
Ejekan itu, lanjutnya, membuat anak terdakwa mendatangi sekolah korban hingga sempat terjadi keributan.
“Terdakwa yang mendapat telepon dari salah seorang saksi, segera mendatangi sekolah korban dan menyuruh korban bersujud dan menggonggong seperti anjing,” katanya.
Setelah keributan itu, korban menjalani pemeriksaan psikologis dengan hasil bahwa dia mengalami kecemasan, depresi, dan post traumatic stress disorder (PTSD).
Atas perbuatannya, Ivan dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76 C UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan tidak menyenangkan.(kir/rid)