Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran Isa Rachmatarwata alias IR dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (AJS) adalah menyetujui produk asuransi di saat kondisi perusahaan tersebut bangkrut.
Abdul Qohar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, menjelaskan persetujuan tersebut dilakukan Isa saat menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) periode 2006-2012.
“Terpidana Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan, membuat produk JS Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi, yakni 9-13 persen, atau lebih tinggi di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu sebesar 7,5-8,5 persen atas pengetahuan dan persetujuan dari tersangka IR, di mana untuk memasarkannya sebagai produk asuransi harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK,” kata Qohar di Kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (8/2/2025), seperti dilaporkan Antara.
Sementara itu, Qohar menjelaskan bahwa mulanya pada Maret 2009, Sofyan Djalil sebagai Menteri BUMN pada saat itu menyatakan PT AJS dihadapkan pada kondisi insolvent atau tidak sehat karena pada 31 Desember 2008 terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.
Kemudian, Sofyan Djalil mengusulkan upaya penyehatan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan penambahan modal sebesar Rp6 triliun dalam bentuk zero coupon bond dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas minum.
“Namun, usulan penyehatan tersebut tidak disetujui karena tingkat RBC (risk based capital) PT AJS sudah mencapai minus 580 persen atau bangkrut,” ujar Qohar.
Lebih lanjut, untuk mengatasi kondisi keuangan tersebut, maka pada awal 2009, Direksi PT AJS yang terdiri atas Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan, berencana menutupi kerugian tersebut dengan membuat produk JS Saving Plan.
Kemudian, setelah disetujui oleh Isa, produk asuransi tersebut dipasarkan, dan dana yang diperoleh ditempatkan dalam bentuk investasi saham dan reksadana, tetapi dilaksanakan tanpa menerapkan prinsip good corporate governance dan manajemen risiko investasi.(ant/iss)