![](https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250206-WA0108-170x110.jpg)
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2025 menetapkan kepemilikan laut atas nama individu atau pun korporasi adalah haram.
“Laut tidak bisa dimiliki baik oleh individu maupun korporasi,” kata Muhammad Cholil Nafis, Ketua Sidang Komisi Waqi’iyah, Kamis (6/2/2025).
Hal tersebut sebagai jawaban dari pertanyaan tentang apakah laut dapat dimiliki individu atau korporasi.
Pertanyaan lanjutan dari situ adalah bolehkah negara menerbitkan sertifikat kepemilikan kepada individu atau korporasi? Karena jawaban atas pertanyaan sebelumnya tidak dibolehkan, maka secara otomatis hal tersebut juga sama.
“Negara tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut, baik individu maupun korporasi,” ujar Rais Syuriyah PBNU itu.
Selain soal kepemilikan laut, soal yang dibahas dalam Komisi Waqi’iyah adalah melibatkan diri dalam konflik. Hal ini boleh, bahkan fardlu kifayah, jika dilakukan dalam bentuk bantuan kemanusiaan, baik medis atau pangan.
Namun, jika keterlibatannya dalam bentuk fisik, hukumnya haram, termasuk sebagai tentara bayaran. Sebab, hal itu memperbesar fitnah.
Pun aksi teror dengan pemerkosaan, penembakan membabi buta ke arah pemukiman penduduk, dan menjadikan anak sebagai perisai juga tidak diperbolehkan, hukumnya haram.
Sementara itu, hukum jual beli karbon baik dengan model sistem cap and trade maupun model offset emisi adalah boleh dan sah dengan memakai pola transaksi ba’i al-huquq al-ma’nawiyah atau jual beli hak-hak imateriil.
Kiai Cholil juga menyampaikan, ada tiga runtutan hukum dalam dam haji tamattu. Pertama, ikhtiar normal dam disembelih dan dibagikan di Tanah Haram. Kedua, dam wajib disembelih di Tanah Haram selama masih bisa. Namun karena ada kebutuhan, boleh didistribusikan di luar Haram. Ketiga, ketika terjadi ketidakmampuan pengelolannya karena Rumah Pemotongan Hewan (RPH), berkenaan dengan penyembelihannya, mendatangkan kambing, itu boleh disembelih dan didistribusikan di luar Tanah Haram dan distribusikan di luar Tanah Haram.
Kiai Cholil menjelaskan bahwa melibatkan diri pada konflik di negara lain dengan memberikan bantuan kemanusiaan, baik obat-obatan, pangan, atau lainnya adalah fardu kifayah.
Namun dalam soal keterlibatan secara fisik, ia menegaskan hukumnya haram. Sebab, hal tersebut bisa berdampak negatif dan menimbulkan fitnah besar, seperti menjadi kombatan dan pulang ke tanah air pun membawa ekses buruk.
Hal lain yang dibahas dalam Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah adalah berkaitan dengan bisnis di atas tanah wakaf dan kekerasan di lembaga pendidikan. (faz/ham)