Jumat, 7 Februari 2025

Ronny Talapessy: Tim KPK Abaikan Putusan Pengadilan yang Sudah Inkrah

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ronny Talapessy (menulis) dan Tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDIP saat sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025). Foto: istimewa

Ronny Talapessy Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Sekjen PDI Perjuangan mengkritisi pernyataan Tim Hukum KPK yang menafikan fakta persidangan perkara suap Harun Masiku terhadap Wahyu Setiawan.

Ronny juga menyinggung kecenderungan adanya efek post power syndrome yang membuat ada pihak KPK yang memaksakan seakan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto terkait dalam kasus suap Harun Masiku terhadap mantan Komisioner KPU itu.

Hal itu disampaikan Ronny setelah mengikuti jalannya persidangan Praperadilan Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai Tersangka oleh KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).

Ronny mengatakan bahwa dalam persidangan, ia menggarisbawahi pernyataan Termohon (tim hukum KPK) yang mengatakan bahwa fakta persidangan bukan harga mati.

“Dan catatan kami yang perlu kami sampaikan bahwa yang tadi disampaikan oleh pihak Termohon bahwa fakta persidangan bukan harga mati,” kata Ronny menuturkan ucapan kuasa hukum Termohon (KPK).

Fakta persidangan dimaksud adalah hasil sidang yang sudah berkekuatan hukum tetap menghukum Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustina Tio Fridelina. Di putusan perkara dimaksud, sama sekali tidak ada kaitan Hasto dengan suap maupun obstruction of justice. Namun anehnya, fakta kasus itu malah dibeberkan ulang di persidangan praperadilan.

Ronny menegaskan ucapan Tim Hukum KPK itu seperti tidak menghargai proses hukum, dimana ada jaksa penuntut umum, kesaksian-kesaksian, kemudian ada kesaksian para ahli, serta Majelis Hakim.

“Nah ini kami sampaikan, bahwa kita harus hormat dan hargai setiap putusan pengadilan, dimana persidangan yang sebelumnya itu ada pihak dari Jaksa Penuntut Umum, dari pihak Kejaksaan, dan itu semua sudah diuji oleh saksi-saksi, sudah dikonfrontir, ada ahli, kemudian ada Majelis Hakim,” ungkap Ronny.

Atas dasar itulah, Ronny menyebut ada unsur post power syndrome yang membuat pihak Termohon berusaha membawa-bawa Hasto Kristiyanto terlihat dalam kasus yang sudah jelas dan terang benderang tidak ada kaitannya dengan Hasto.

“Jadi menurut kami, kalau kita balik tadi sudah disampaikan bahwa dalam catatan kami, Mas Hasto itu dipanggil 24 Januari 2020, kemudian dipanggil 26 Februari 2020,” tutur Ronny.

Ronny kemudian menyampaikan keanehan ketika tiba-tiba loncat pada 10 Juni 2024 Hasto dipanggil lagi, tepatnya ketika Pakar Geopolitik Soekarno itu gencar menyampaikan kritik terhadap proses demokrasi, kerusakan hukum yang dilakukan oleh orang yang mau tetap berkuasa.

“Kalau saya bilang masih post power syndrome kayaknya,” pungkas Ronny Talapessy.

Sekadar diketahui, Post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri. (faz/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Jumat, 7 Februari 2025
25o
Kurs