
Dr. Amien Widodo peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menyebut tren pohon roboh di Surabaya meningkat tiap tahunnya.
Dia mencatat, sejak 2015 hingga 2024, terjadi peningkatan pohon roboh terutama saat musim hujan tiba.
“Pada tahun 2020, trennya juga menunjukkan peningkatan. Dari puluhan pohon roboh di Surabaya setiap musim hujan, menjadi ratusan,” terangnya, Sabtu (25/1/2025).
Tren pohon roboh saat musim hujan ini, kata Amien, seharusnya juga masuk imbas cuaca ekstrem. Tidak hanya baliho saja seperti yang beberapa waktu dipaparkan BPBD Surabaya, berpotensi roboh imbas cuaca ekstrem.
Dia berharap jika pohon roboh dimasukkan sebagai salah satu imbas cuaca ekstrem, akan muncul arahan untuk melakukan kajian terkait pohon tersebut.
“Karena selama ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), hanya melakukan perantingan saja sebagai antisipasi musim hujan. Padahal, pohon roboh tidak bisa diselesaikan hanya dengan perantingan saja,” ungkapnya.
Menurut Amien, penting untuk mengetahui usia pohon sebagai langkah antisipasi mencegah terjadinya kerobohan.
“Biasanya kan sudah muncul tanda-tanda pohon itu sudah tua atau belum seperti, pohon itu miring, akarnya sudah keluar, atau (tanah) sekitarnya sudah retak-retak,” jelas Amien.
“Kalau sudah ada tanda itu, mending diganti saja pohonnya. Daripada nanti kena angin terus ambruknya tidak teratur,” imbuhnya.
Jika imbas kebencanaan itu sudah terumuskan dengan benar, Amien berharap akan ada perencanaan pengurangan risiko dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui dinas terkait.
“Diharapkan, kita bisa lebih jeli dalam menganalisa kebencanaan supaya masyarakat terlindungi,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya sempat menggelar Konsultasi Publik untuk penyusunan Kajian Risiko Bencana (KRB), Kamis (23/1/2025).
Dalam penyusunan dokumen KRB 2024-2029, pengumpulan data sekunder dilakukan terlebih dahulu sebelum dipaparkan ke publik.
“Dalam forum ini, kita minta masukan pada yang mewakili masyarakat seperti camat dan pakar untuk memberikan masukan yang nanti akan kami kaji,” terang Agus Hebi Djuniantoro Kepala BPBD Kota Surabaya.
Setelah pembentukan KRB, lanjut Hebi, akan dibuat Rencana Penanganan Bencana (RPB) untuk lima tahun ke depan.
“Nanti turunannya dari KRB adalah RPB. Nah RPB ini akan disusun untu lima tahun ke depan,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Hebi melanjutkan setelah pembuatan RPB akan diturunkan lagi dengan membuat rencana kontinjensi (rekon) yang akan fokus pada setiap bencana.
“Rekon nanti akan beda tiap bencana. Misal banjir, itu nanti penanganannya bagaimana. Kemudian gempa dan cuaca ekstrem nanti juga bagaimana,” ungkapnya. (kir/bil/ham)