“Dengan Indonesia masuk BRICS itu adalah dalam rangka pemanfaatan pasar. Itu kan untuk ekspor, seperti India dan China, mereka populasinya cukup besar, potensinya besar,” ujar Yuliot di Kantor ESDM, Jakarta, Rabu (8/1/2025) dilansir Antara.
Yuliot mengungkapkan bahwa pihaknya masih mengkaji dampak dari keanggotaan Indonesia di BRICS terhadap sektor pertambangan dalam negeri. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS telah melalui pertimbangan yang matang dan menyeluruh.
“Kami lagi pelajari dampaknya kita masuk BRICS,” kata Yuliot.
Sebelumnya, pada Senin (6/1/2025), Brasil selaku pemegang presidensi BRICS tahun ini secara resmi mengumumkan bahwa Indonesia telah menjadi anggota organisasi internasional tersebut.
“Indonesia, yang memiliki populasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki kesamaan pandangan dengan anggota-anggota BRICS lainnya terkait dengan dukungan atas reformasi institusi global dan kontribusi positif untuk menguatkan kerja sama antara negara-negara Selatan Global,” demikian pernyataan Pemerintah Brasil.
Sementara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dalam pernyataan persnya di Jakarta, Selasa (7/1/2025), menyampaikan bahwa Indonesia menyambut baik status keanggotaan penuhnya di BRICS dan berkomitmen untuk berkontribusi secara aktif dalam agenda organisasi tersebut ke depannya.
Indonesia berkomitmen untuk terus berperan melalui BRICS dalam ikut mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat, serta mewujudkan tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Indonesia juga berdedikasi bulat untuk “bekerja dengan seluruh anggota BRICS dan pihak lainnya demi dunia yang lebih adil, damai, dan sejahtera”.
Menurut Kemlu RI, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS merupakan cerminan atas semakin meningkatnya peran aktif RI di kancah global serta momentum untuk meningkatkan kerja sama multilateral. (ant/vin/bil/ipg)