Rabu, 18 Desember 2024

Celios: PPN 12 Persen Berpotensi Picu Inflasi Tinggi Tahun Depan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12/2024). Foto: Antara

Media Wahyudi Askar Direktur Kebijakan Publik Center of Economics and Law Studies (Celios) berpendapat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berpotensi memicu inflasi yang tinggi pada tahun depan.

Pasalnya, menurut dia meski barang pangan tetap dikecualikan dari pengenaan PPN, tarif 12 persen akan dikenakan pada sebagian besar kebutuhan masyarakat ke bawah.

“Implikasinya, kebijakan ini berisiko memicu inflasi yang tetap tinggi pada tahun depan, sehingga menambah tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah,” ujar Media Wahyudi di Jakarta, Rabu (18/12/2024) yang dilansir Antara.

Berdasarkan perhitungan Celios, kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

Kondisi itu, kata dia, akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan.

Di sisi lain, Nailul Huda Direktur Ekonomi Celios menambahkan kebijakan tarif PPN Indonesia masih menganut tarif tunggal, bukan multitarif atau diterapkan secara selektif terhadap barang dan jasa.

Menurutnya, pemberian insentif berupa PPN ditanggung pemerintah (DTP) bersifat rentan dan menimbulkan ketidakpastian karena bisa dicabut kapan saja.

Dampak kenaikan tarif PPN terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga pun disebut negatif. Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di kisaran angka lima persen.

Namun setelah tarif meningkat menjadi 11 persen pada 2022 lalu, terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023).

Secara penerimaan negara, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen juga diperkirakan tidak memberikan kontribusi yang signifikan. Sedangkan dampak psikologisnya terhadap daya beli masyarakat dan dunia usaha justru berpotensi lebih besar.

Data pertumbuhan pengeluaran konsumen untuk Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang hanya naik 1,1 persen menunjukkan daya beli masyarakat masih lemah.

“Kenaikan tarif ini hanya akan memperburuk situasi, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Nailul Huda. (ant/bil)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Surabaya
Rabu, 18 Desember 2024
27o
Kurs