Minggu, 19 Januari 2025

KADIN Apresiasi Keputusan Pemerintah Batasi Sasaran PPN 12 Persen Hanya Barang Mewah

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Bambang Soesatyo Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia. Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Bambang Soesatyo (Bamsoet) Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mengapresiasi kebijakan pemerintah dan DPR yang sepakat membatasi pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen hanya terhadap barang mewah.

Kebijakan tersebut tidak menyasar ragam kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan dan pendidikan. Rencana kebijakan ini diharapkan bisa mewujudkan kondisi perekonomian semakin kondusif.

“Untuk menghindari kesimpangsiuran, pemerintah dan DPR hendaknya membuat kepastian tentang ragam barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen itu. Sebab, ketentuan tentang pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sudah diatur dalam Undang-undang No.7 tahun 2021,” ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (9/12/24).

Dia mengatakan, untuk mencegah sektor industri mati suri, PPN 12 persen hendaknya juga tidak membidik bahan baku industri, termasuk barang modal.

Sudah menjadi fakta bahwa produk manufaktur dalam negeri saat ini benar-benar terhimpit akibat serbuan produk impor yang dijual di pasar dalam negeri dengan harga dumping.

“Makna strategis dari pembatasan pemberlakuan PPN 12 persen, tidak hanya meringankan beban belanja masyarakat. Tetapi juga merawat kekuatan konsumsi rumah tangga sebagai salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, daya beli sebagian besar masyarakat sedang melemah, terkonfirmasi oleh data tentang deflasi sebesar 0,12 persen di September 2024,” kata Bamsoet.

Bamsoet menambahkan, pembatasan pemberlakuan PPN 12 persen cukup membantu puluhan juta pelaku UMKM.

Karena harga barang dan jasa yang mereka tawarkan tidak otomatis mengalami kenaikan sebagai konsekuensi dari kebijakan PPN yang baru.

Kalkulasinya sederhana, jika harga barang dan jasa produk UMKM ikut dibebani PPN 12 persen, maka UMKM akan kehilangan pembeli atau pelanggan.

“Ketika sebuah UMKM berhenti berusaha karena harga barang dan jasa mereka menjadi lebih mahal akibat naiknya PPN, UMKM tersebut akan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Jadi, tidak bijak jika kebijakan baru tentang PPN hanya berakibat pada bertambahnya jumlah pengangguran, akibat ketidakmampuan UMKM menjaga kelangsungan usaha masing-masing,” pungkas Bamsoet. (faz/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Minggu, 19 Januari 2025
26o
Kurs