Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberi atensi terhadap kasus femisida atau pembunuhan terhadap perempuan yang semakin banyak terjadi di Indonesia.
Untuk diketahui, berdasarkan data Komnas Perempuan, sepanjang 2020 hingga 2023, terjadi total 798 kasus femisida di Indonesia.
Veryanto Sitohang Komisioner Komnas Perempuan di Kota Bogor, Minggu (8/12/2024) kemarin menilai, keberpihakan aparat penegak hukum dalam kasus femisida belum terlalu baik. Padahal femisida merupakan puncak dari kekerasan terhadap perempuan.
“Kasus femisida ini sering dianggap kriminal biasa. Padahal memiliki dimensi yang berbeda, perempuan dibunuh merupakan puncak dari kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya seperti dikutip Antara.
Veryanto menjelaskan, femisida muncul dari kekerasan yang ditujukan kepada perempuan. Maka dari itu menurutnya aparat hukum hingga masyarakat, harus mengenali femisida termasuk modus-modusnya yang digunakan oleh pelaku.
“Apa yang menjadi ciri-ciri modus dalam digunakan femisida ini tidak boleh dianggap kriminal biasa, femisida adalah kejahatan extra ordinary dan membutuhkan penanganan yang lebih serius supaya kemdian kasus ini tidak dianggap sebelah mata oleh masyarakat,” jelasnya.
Oleh karena itu, Veryanto mengatakan Komnas Perempuan berupaya memperkenalkan femisida kepada publik hingga masyarakat. Di mana hal ini juga merupakan upaya untuk melindungi keluarga korban yang ditinggalkan.
“Karena femisida ini memilki potensi untuk balas dendam ini saya pikir penting untuk diantisipasi supaya kemudian bisa dicegah. Termasuk membantu memulihkan korban keluarganya ditinggal korban femisida,” kata dia.
Ia pun mendorong aparat penegak hukum agar menggunakan peraturan-peraturan yang ada. Meskipun belum ada peraturan terkait femisida, namun pelaku bisa dijerat misalnya dengan KUHPidana, UU KDRT, dan kekerasan seksual.
“Aparat penegak hukum tidak boleh melihat kasus femisida ini kriminal biasa. Harus ada pemberatan dalam hal ini, karena jika dianggap kriminal biasa, jeratan hukum yang minimalis itu bisa berpotensi membuat orang melakukan femisida,” ujarnya. (ant/nis/bil/ham)