Musim hujan menjadi permasalahan bagi nelayan, karena cuaca buruk dan gelombang laut meninggi. Sehingga nelayan tidak dapat melaut dan berdampak besar bagi pendapatan nelayan. Untuk itu, mahasiswa Universitas Airlangga mengenalkan hidroponik kepada nelayan Desa Dungkek, Kabupaten Sumenep sebagai alternatif mata pencaharian saat musim hujan.
Mengutip data BPS Provinsi Jatim, tahun 2017 lalu jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sumenep mencapai 211.920 jiwa, atau sekitar 19,90% dari total jumlah penduduk yang mencapai 1,072 juta jiwa. Angka pengangguran tahun 2017 berada pada angka 20,49% atau berada di posisi ke-35 dari 38 kabupaten-kota se-Jawa Timur.
Salah satu desa penyumbang persentase pengangguran dan kemiskinan di Kabupaten Sumenep itu adalah Desa Dungkek, Kecamatan Dungkek. Berdasarkan hasil dugaan pengeluaran per kapita, Kecamatan Dungkek menempati posisi dua terbawah dari dua 27 kecamatan lain di Kabupaten Sumenep. Angka pengangguran dan kemiskinan ini semakin bertambah terutama saat memasuki musim penghujan. Masyarakat yang mayoritas sebagai nelayan tidak memperoleh penghasilan karena tidak bisa pergi melaut mencari ikan.
Melihat permasalahan tersebut, Arkan Fahrian Putra, Siti Khoiriyah, Laila Barokah, Sara Gratia, mahasiswa prodi Tenik Biomedis, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, mengenalkan teknik berkebun dengan hidroponik kepada nelayan Dungkek, dimaksudkan sebagai alternatif mata pencaharian saat musim hujan.
Pengabdian keempat mahasiswa itu dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian masyarakat (PKM-M) dan berhasil lolos untuk mendapat pendanaan dari Kemenristek Dikti. Proposal itu berjudul PENGENKEPO (Pengenalan Berkebun Hidroponik) pada Nelayan Desa Dungkek sebagai Alternatif Mata Pencaharian saat Musim Hujan.
“Kami berharap berkebun secara hidroponik dapat menjadi solusi nelayan Dungkek, sebab cara ini tidak membutuhkan lahan luas dan tidak membutuhkan tanah sebagai media tanam. Jangka waktu antara penyemaian sampai panen juga cukup singkat. Juga tidak menggunakan pupuk pestisida sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi,” kata Arkan Fahrian Putra, ketua tim PKMM ini, dalam rilis yang diterima suarasurabaya.net.
Program ini dilakukan melalui beberapa kegiatan dengan sasaran 30 orang nelayan Dungkek yang mewakili komunitas di sana. Tahap pertama berupa pengenalan berkebun hidroponik dan pembuatan kebunnya.
“Kami mendatangkan pemateri dari Komunitas Hidroponik Surabaya yang diwakili Pak Yoso Susriarto, ketuanya. Di sini peserta diajak praktik membuat kebun hidroponik. Tahap kedua yaitu pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil kebun. Pada tahap ini peserta diajarkan bagaimana mengolah hasil kebun menjadi olahan masakan untuk meningkatkan nilai jual hasil panen,” tambah Arkan.
Melihat semangatnya nelayan belajar berkebun, tim PKMM Unair optimis kegiatan ini dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi nelayan Dungkek. Pemberdayaan masyarakat ini dilakukan untuk mencapai tujuan program. Yaitu menciptakan peluang usaha baru dan alternatif mata pencaharian pada saat nelayan tidak bisa mencari ikan di laut. (tna/ipg)