Dalam mengendalikan pembatasan konsumsi gula pada anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan bahwa orang tua memiliki peranan penting.
Berdasar hasil Suvei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, tingkat konsumsi gula pada anak di Indonesia cukup tinggi. Peningkatan ini, dinilai IDAI memberi dampak negatif pada anak mulai dari, obesitas, diabetes melitus, hipertensi, hingga perubahan perilaku dan mood.
Pada pertengahan 2022, IDAI juga merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat jika dibandingkan pada 2010.
Dalam catatan IDAI, anak di Indonesia yang menderita diabetes prevalensinya sebesar dua kasus per 100 ribu anak. Termasuk juga dengan peningkatan prevalensi obesitas pada anak yang mengalami peningkatan 10 kali lipat dari tahun 1975 sampai dengan 2017.
Prof. Siska Mayasari Lubis Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi IDAI menerangkan, anak-anak yang kecanduan gula bisa dikenali dengan menunjukkan perilaku seperti, makan berlebihan, gejala putus zat, dan keinginan yang kuat.
Melalui konferensi via daring, Siska menerangkan bahwa orang tua harus mengurangi konsumsi gula pada anak secara bertahap.
“Karena kalau langsung nol gula, anak-anak akan tantrum,” terangnya, Selasa (26/11/2024).
Siska melanjutkan, peran orang tua dalam proses ini sangat dibutuhkan. Tidak hanya mengurangi konsumsi gula bertahap, tapi juga memberikan alasan konkrit mengapa harus kurangi gula.
“Orang tua harus menjelaskan dan memberikan edukasi pada anak, tentang bahaya dari minuman dan makanan manis. Ini harus dilakukan secara bertahap, sampai anak bisa mengerti tujuan kita mengurangi gula,” ungkapnya.
Siska menjelaskan, berdasar rekomendasi World Health Organization (WHO), anak-anak memiliki takaran gula yang bisa mereka konsumsi berdasarkan usia.
Semakin muda usianya, semakin sedikit pula kadar konsumsinya.
“Misal, pada anak berusia 2-4 tahun hanya boleh mengonsumsi gula 15-16 gram atau sekitar empat sendok teh,” tambahnya.
Sementara itu, Siska juga meminta orang tua juga mengawasi jajanan apa saja yang dikonsumsi anak-anak saat mereka berada di sekolah.
Karena, lanjut Siska, tanpa disadari jajanan itu jika dikonsumsi terus-menerus bisa memicu obesitas dan meningkatkan risiko diabetes militus tingkat 2.(kir/kev/ipg)