Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, mantan Bupati Sidoarjo, mengklaim tidak melakukan pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo dan membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Hal itu diutarakan Gus Muhdlor dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa dugaan kasus pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (25/11/2024).
Sidang lanjutan dipimpin oleh Ni Putu Sri Indayani, Ketua Majelis Hakim, bersama Athoillah dan Ibnu Abbas Ali sebagai Hakim Anggota.
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya kepada Gus Muhdlor soal aliran dana pemotongan insentif ASN BPPD yang diduga mengalir untuk berbagai keperluan, seperti acara pengajian, salah satunya di Kecamatan Krian.
“Saya tidak tahu soal uang yang diduga mengalir untuk kegiatan keagamaan di Krian. Karena saya anggap nilai permintaan dari proposal itu terlalu besar dan akhirnya tidak saya respon. Soal ipar saya komunikasi dengan Ari Suryono (mantan Kepala BPPD Sidoarjo) itu tanpa sepengetahuan saya,” ucap Gus Muhdlor menjawab JPU.
Jaksa kemudian kembali meminta klarifikasi soal pembayaran senilai Rp27 juta yang diduga untuk keperluan pengurusan barang pribadi di bea cukai menggunakan potongan dana insentif tersebut.
Gus Muhdlor kembali mengklaim bahwa uang pembayaran barang senilai Rp27 juta yang dia berikan kepada Masruri, sopirnya, adalah uang pribadinya yang kemudian tidak digunakan Masruri sesuai peruntukannya.
“Itu uang pribadi saya (kasih) ke saudara Masruri senilai Rp30 juta. Tapi yang bersangkutan tidak amanah dan yang harusnya uang itu digunakan untuk pembayaran resmi, malah belakangan saya mengetahui kalau Ari Suryono yang pasang badan untuk membayar tanggungan di bea cukai itu,” tutur Gus Muhdlor.
JPU juga mengklarifikasi tentang tagihan pajak KPP Pratama Sidoarjo Barat senilai Rp131 juta. Gus Muhdlor lantas mengaku tidak memiliki usaha yang berhubungan dengan tunggakan pajak tersebut.
Dari situlah, Ari Suryono, mantan Kepala BPPD Sidoarjo, ditugaskan untuk mencari tahu soal tunggakan pajak dan melakukan mediasi dengan pegawai pajak. Hasil klarifikasinya muncul billing pajak senilai Rp26 juta, bukan Rp131 juta.
Gus Muhdlor menambahkan bahwa pembayaran Rp26 juta yang dilakukan Ari Suryono kepada pihak KPP Pratama Sidoarjo Barat bukanlah keputusan atau inisiatif dari pihaknya, namun upaya pribadi Ari Suryono yang tidak melibatkan Gus Muhdlor dalam pembayaran tersebut.
“Saya tahu ada tagihan billing Rp26 juta itu ya setelah ada perkara ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Gus Muhdlor dikenakan dakwaan pertama karena melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dakwaan kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Kasus itu berawal dari adanya OTT KPK di BPPD Sidoarjo pada 25 Januari lalu. Saat itu, KPK menangkap sebelas orang, termasuk Ari Suryono, mantan Kepala BPPD Sidoarjo, dan Siska Wati, mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian.
Keduanya divonis hakim masing-masing hukuman lima tahun dan empat tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo sepuluh hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp8,544 miliar. (wld/saf/ham)