Selasa, 26 November 2024

Hari Guru Nasional: Kualitas dan Apresiasi Terhadap Guru Harus Ditingkatkan

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Tuti Budi Rahayu Dosen Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair). Foto: Dokumen pribadi Tuti Budi Rahayu

Berada dalam momentum peringatan Hari Guru Nasional, Tuti Budi Rahayu Dosen Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), menekankan pentingnya meningkatkan kualitas guru dan memberi penghargaan yang layak.

“Namanya hari guru, ya, apresiasi kepada guru, penghormatan kepada guru itu harus ditingkatkan, harus dikuatkan. Terutama bagaimana bisa menghasilkan guru-guru berkualitas. Tentu saja dengan penghargaan yang sepadan, ya, itu yang sampai sekarang masih belum kan,” katanya saat dihubungi suarasurabaya.net pada Senin (25/11/2024).

Pihaknya ingin perhatian terhadap guru di Indonesia terus diberikan, seperti mendorong para guru untuk lebih kreatif, inovatif, dan kritis melalui pelatihan-pelatihan yang meningkatkan kompetensi guru.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa guru juga perlu mendapat penghargaan yang layak. Menurutnya, saat ini penghargaan terhadap guru di Indonesia masih sangat rendah, sehingga perlu perhatian khusus dalam hal ketimpangan tersebut.

“Bukan dalam arti kita menuntut gaji tinggi dan sebagainya, tidak, tapi imbangi dengan pendapatan yang layak,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga meminta pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan, agar hadir dalam berbagai permasalahan yang melibatkan guru, salah satunya seperti kasus Ibu Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Karena, lanjut dia, penghormatan terhadap guru juga terhitung rendah, sehingga ada perlakuan diskriminatif hingga intimidatif terhadap guru-guru yang tengah menjalankan profesinya.

“Mungkin karena guru itu dianggap dari kelompok kelas menengah ke bawah, gitu misalnya, ya. Karena kan mereka enggak punya penghasilan yang cukup. Akhirnya mereka bisa dengan mudah dijadikan korban, gitu,” ucapnya.

“Padahal posisi guru itu kan harusnya ada di tingkat menengah, atau menengah atas. Tapi karena kondisi penghargaan, ada di posisi menengah bawah,” imbuhnya.

Permasalahan pendidikan di Indonesia menurutnya cukup rumit, sehingga perlu upaya serius untuk mengembalikan pendidikan pada khittah, yakni pendidikan yang sesuai nilai-nilai ketuhanan, penanaman karakter, keadaban hingga budi pekerti.

Tuti memandang, persoalan pendidikan yang perlu diperhatikan secara ekstra, yakni di tingkat dasar dan menengah, terutama bagaimana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) bisa menyempurnakan kurikulum untuk pembelajaran.

“Kemarin kurikulum Merdeka Belajar, itu sebetulnya tidak perlu diberi nama yang aneh-aneh. Tapi kurikulum itu harus berkesinambungan, sustainability-nya itu terjaga. Misalnya, kita punya sebelumnya ada kurikulum 13, ada KTSP, atau macam-macam, itu coba diperbaiki, disempurnakan sesuai dengan goals-nya Indonesia, misalnya, di 2045 mencapai generasi emas,” ucapnya.

Ia berharap, pendidikan di Indonesia ke depan bisa menjadi lebih baik, dan bisa menghasilkan pembelajaran yang berkualitas dengan memperhatikan kondisi daerah-daerah di tanah air. (ris/saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
27o
Kurs