Jumat, 22 November 2024

Guru Besar UI: Pembangunan Kesehatan di Indonesia Berkembang Signifikan

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Prof Ede Surya Darmawan, Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI). Foto: Antara

Prof Ede Surya Darmawan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) mengatakan pembangunan kesehatan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir.

“Berbagai indikator utama, seperti Usia Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Bayi (AKB), dan prevalensi stunting, menunjukkan tren peningkatan yang menggembirakan seiring berjalannya waktu dan berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat,” ucapnya di Depok, Kamis (21/11/2024).

Walaupun terdapat kemajuan dalam sektor kesehatan, Prof Ede mengatakan Indonesia masih menghadapi kesenjangan yang cukup signifikan dibandingkan dengan negara-negara maju dan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara.

Dilansir dari Antara, Jumat (22/11/2024), sebagai contoh, Singapura telah menjadi negara maju dan memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) sebesar 82,9 tahun pada 2022, dengan Angka Kematian Bayi (AKB) hanya 1,8 per 1.000 kelahiran hidup.

Malaysia dan Thailand, dua negara ASEAN lainnya, juga menunjukkan capaian yang lebih baik, dengan UHH masing-masing 76,26 tahun dan 79,68 tahun, serta AKB yang lebih rendah dibandingkan Indonesia.

Meskipun demikian Prof. Ede mengatakan Indonesia telah memasuki periode bonus demografi sejak tahun 2015, dengan puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun 2020- 2035.

“Bonus demografi ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena tingginya proporsi penduduk usia produktif yang dapat berkontribusi dalam kegiatan ekonomi. Namun, peluang ini juga disertai dengan tantangan,” ujar Prof Ede.

Lebih lanjut ia mengatakan terdapat tantangan utama dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia untuk mengoptimalkan bonus demografi. Pertama, tantangan kesehatan masyarakat, termasuk transisi epidemiologi, perilaku hidup tidak sehat, kesenjangan geografis, dan ketimpangan akses layanan kesehatan.

Kedua, tantangan administrasi dan tata kelola, seperti perencanaan yang tidak harmonis, pengawasan yang lemah, kurangnya digitalisasi, dan kurangnya sinergi lintas sektor.

“Kedua tantangan ini harus diatasi secara serius untuk memastikan bahwa sistem kesehatan dapat mendukung pembangunan manusia yang berkualitas,” katanya.

Untuk itu ia merekomendasikan reposisi pembangunan kesehatan dan transformasi sistem kesehatan “Bonus demografi adalah peluang emas yang hanya datang sekali dalam sejarah bangsa,” katanya.

Dengan pendekatan yang tepat, lanjutnya, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk menciptakan masyarakat yang sehat, produktif, dan berdaya saing tinggi.

Namun jika tantangan kesehatan dan tata kelola diabaikan, kata dia, risiko besar akan mengintai, menghambat kemajuan, dan membawa beban sosial-ekonomi yang berat.

“Dengan menjadikan kesehatan sebagai pusat pembangunan manusia, visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan secara nyata,” ujar Prof Ede. (ant/nis/ham/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs