Minggu, 17 November 2024

Kenapa Kecanduan Judi Online Bisa Seburuk Narkoba? Ini Penjelasan Dokter

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi judi online. Foto: Reuters

Dokter Kristiana Siste Kurniasanti mengungkapkan, perbedaan utama antara kecanduan narkoba dan judi online terletak pada mekanisme penyebabnya.

“Kalau narkoba itu ada zat yang masuk ke dalam otak,” terang Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu dilansir dari Antara, Sabtu (16/11/2024).

“Sedangkan pada judi online, tidak ada zat fisik yang masuk. Namun, aktivitas berjudi mengaktifkan sistem reward di otak yang memproduksi zat kimia bernama dopamin,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, dopamin merupakan neurotransmiter (pembawa pesan) yang menciptakan rasa senang dan euforia. Ketika seseorang berjudi dan menang, lonjakan dopamin memberikan rasa kepuasan yang luar biasa. Hal ini mendorong individu untuk terus berjudi demi mengejar sensasi itu.

Namun, ketika perilaku ini berlangsung terus-menerus, sirkuit di otak mulai terbiasa dan beradaptasi, sehingga mampu menciptakan pola otomatis yang sulit dihentikan.

Perilaku berjudi secara berulang akan mengakibatkan kerusakan pada area prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian diri.

“Ketika prefrontal cortex terganggu, individu kehilangan kendali atas perilaku mereka. Misalnya, meski sudah kalah banyak uang, mereka tidak mampu berhenti bermain,” tambah Siste.

Parahnya, gejala kecanduan judi online tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga fisik. Di mana ketika sedang tidak berjudi, seorang pecandu dapat merasa sangat cemas, jantung berdebar cepat, bahkan gemetar.

Gejala tersebut menyerupai gejala withdrawal syndrome, yang merupakan respons tubuh yang terjadi saat seorang pecandu menghentikan penggunaan zat adiktif, yang jika tak segera ditangani, kecanduan ini dapat memicu depresi berat, frustrasi, hingga munculnya ide-ide untuk mengakhiri hidup.

Efek domino kecanduan judi juga sering kali menjerumuskan seseorang ke dalam lingkaran setan yang sulit dihentikan.

Siste memaparkan, ketika kalah judi, seorang pecandu meminjam uang dari aplikasi pinjaman online, di mana uang itu dipakai untuk berjudi lagi dengan harapan menang dan mampu melunasi utang.

Namun ketika kalah lagi, dia akan meminjam lebih banyak uang. Siklus ini bisa terus berulang hingga mereka terjebak dalam jeratan utang.

Lebih parah lagi, dalam banyak kasus, individu yang kecanduan judi online mulai melakukan tindakan kriminal seperti mencuri barang-barang di rumah untuk mendapatkan modal berjudi. Hal ini menunjukkan betapa dalam dampak judi terhadap moral dan perilaku seseorang.

Salah satu faktor yang membuat judi online sulit dihentikan adalah munculnya cognitive error atau pikiran yang salah. Banyak pecandu judi online percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk membaca pola permainan atau memprediksi hasil.

“Padahal, permainan seperti bakarat itu berdasarkan probabilitas, bukan keahlian. Namun, mereka merasa memiliki kekuatan untuk menang. Ini adalah kesalahan kognitif yang perlu diluruskan melalui terapi,” jelas Siste.

Selain itu, keberadaan iklan judi online di berbagai media sosial semakin memperparah situasi. Iklan-iklan ini dirancang dengan algoritma yang secara otomatis menargetkan individu yang pernah mengakses situs judi sebelumnya.

“Iklan itu kemudian menstimulus otak bagian depan, maka langsung muncul craving, ingin bermain judi dengan mengklik link-nya,” lanjutnya. (ant/saf/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 17 November 2024
26o
Kurs