Fauzan Fuadi Ketua Tim Sukses Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim pasang calon gubernur dan wakil vubernur Jawa Timur nomor urut 1 menyatakan bahwa hasil survei yang dirilis oleh Litbang Kompas tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Untuk diketahui, Litbang Kompas merilis hasil survei yang menunjukkan bahwa pasangan Luluk-Lukman hanya memperoleh 3,8 persen suara. Ini menjadikan paslon nomor urut satu itu memperoleh urutan buncit.
Pada peringkat pertama, diduduki oleh paslon Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dengan perolehan 52,5 persen. Kemudian pada posisi kedua, ditempati oleh paslon Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans).
Sementara 22,8 persen responden, belum menentukan pilihan paslon.
Survei itu dilakukan Litbang Kompas secara tatap muka pada periode 2-7 November 2024, dengan mengumpulkan 800 responden yang dipilih secara acak, menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat.
Mengenai hal itu, Fauzan menganggap survei yang dilakukan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
“Tiap hari kami turun ke lapangan. Sedangkan para surveyor hanya turun ke lapangan saat mengambil. Selesai ambil, kemudian pulang,” terangnya, Sabtu (16/11/2024).
Menurut Fauzan, hasil survei kurang akurat yang dilakukan Litbang Kompas tidak hanya sekali dilakukan.
“Litbang Kompas bukan sekali dua kali melakukan survei yang temuannya menyangkut PKB hampir selalu kurang akurat. Misalnya, saat Pileg 2024 kemarin,” ungkapnya.
Fauzan juga percaya bahwa saat ini masyarakat di Jatim termasuk pemilih cerdas dan rasional. Sehingga, bisa membedakan pemimpin yang bertanggungjawab.
Adapun Fauzan mengungkapkan, yang terjadi di lapangan adalah beberapa pemilih saat ini lari ke paslon Luluk-Lukman.
“Yang sebenarnya terjadi, pendukung paslon yang hasil surveinya tinggi itu, banyak yang lari ke Mbak Luluk,” kata dia.
Sementara, Yohan Wahyu Peneliti Litbang Kompas dalam laporan Kompas.com mengatakan, tertinggal jauhnya elektabilitas Luluk-Lukmanul dengan dua paslon lain cenderung dipengaruhi faktor ketokohan.
“Mesin partai ekfektif, tapi kalau calon tidak begitu populer, orang enggak merasa kenal dengan orang itu, ya cenderung akan menghindari memilih,” ujarnya, Jumat (15/11/2024).
Luluk-Lukmanul diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, dalam pilkada, figur tokoh lebih menonjol dibanding partai-partai pengusungnya.
“Sosok yang kemudian sangat memengaruhi pemilih. Memengaruhi itu bisa dalam popularitas, rekam jejak,” ucapnya.
Ia mengibaratkan alasan pemilih mencoblos calon tertentu seperti memilih jodoh.
“Ini kan teori sederhana, kamu kenal, kamu sayang, kamu milih. Kalau enggak kenal, apalagi bisa meyanyangi, milih pun enggak mungkin,” ungkapnya.
Karena tak mengenal sosok tersebut, pemilih PKB goyah, sehingga cenderung beralih ke calon yang diusung parpol lain.(kir/iss)