Ubaidillah Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyebut peran radio di Indonesia masih vital. Hal itu disampaikannya berdasarkan pengamatannya, terutama di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) di era perkembangan digital yang pesat.
Dalam sejumlah situasi darurat, seperti bencana, radio kerap menjadi sumber informasi pertama bagi masyarakat. Selain itu, radio juga berfungsi sebagai media advokasi bagi masyarakat, terutama di daerah yang jauh dari akses layanan hukum formal.
“Kami melihat radio tetap menjadi sarana informasi yang sangat penting, bahkan pada saat situasi kritis. Saat terjadi bencana di Palu (Sulawesi Tengah) misalnya, masyarakat lebih dulu mendengar informasi dari radio dibandingkan platform lain. Karena itu, KPI Pusat berkomitmen memastikan agar undang-undang penyiaran yang baru juga mengatur secara spesifik tentang keberlangsungan radio di era digital,” ujar Ubaidillah dalam kunjungannya di Radio Suara Surabaya, Rabu (13/11/2024).
Karenanya, dia menyatakan terus berupaya memperkuat industri radio agar tetap hidup dan berkembang di tengah perubahan teknologi yang pesat. Salah satunya dengan memperjuangkan radio menjadi bagian rencana revisi Undang-Undang Penyiaran yang telah masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.
Dalam proses penyusunan ini, KPI yang juga terlibat dalam revisi UU itu, secara aktif mengumpulkan masukan dari berbagai pihak, baik dari asosiasi radio swasta, komunitas, maupun akademisi. Harapannya, regulasi yang dihasilkan nantinya dapat memberikan ruang bagi radio untuk terus eksis dan menjadi pilar informasi publik.
“Kita tidak ingin undang-undang penyiaran hanya fokus pada televisi dan platform digital lainnya. Radio juga perlu mendapatkan perhatian yang setara, mengingat kontribusinya yang besar, terutama di wilayah yang tidak terjangkau internet,” kata Ubaidillah.
Ia menambahkan bahwa KPI secara rutin melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan asosiasi penyiaran di daerah-daerah, termasuk PRSSNI dan JRKI, untuk memperkuat draf revisi UU tersebut.
Melalui kolaborasi melibatkan Kemenkomdigi dan asosiasi penyiaran lainnya, Ubaidillah berharap industri radio di Indonesia dapat beradaptasi dan bertahan di tengah perubahan teknologi yang pesat.
“Lami berharap industri radio tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di era digital ini. Selain itu, kami ingin memastikan bahwa regulasi yang dibuat dapat memberikan perlindungan kepada pelaku industri radio,” tambahnya.
Dia mencontohkan, akhir pekan nanti akan diselenggarakan program Radio Akademi oleh KPI bersama KPID Jawa Timur (Jatim) yang menjadi salah satu upaya untuk membangun kapasitas dan kemampuan insan radio di Jatim.
Dengan dihadiri berbagai narasumber dari industri radio, termasuk Eddy Prastyo Pemimpin Redaksi (Pemred) Suara Surabaya, program ini diharapkan dapat memberikan inspirasi serta inovasi bagi radio-radio lokal agar lebih siap menghadapi era digital.
Ubaidillah menyimpulkan bahwa KPI akan terus memperjuangkan keberadaan radio di era digital, dengan harapan besar bahwa regulasi yang dibahas dalam Prolegnas ini dapat segera diterapkan dan memberi dampak positif pada industri radio di Indonesia.
Sejalan dengan Ubaidillah, Afif Amrullah Ketua KPID Jatim menyampaikan telah menyelenggarakan berbagai program guna mendorong peran radio di masyarakat.
Menurut Afif, selain sebagai penyedia informasi, radio di Jatim juga kerap dimanfaatkan sebagai ruang advokasi untuk berbagai isu sosial. Oleh karena itu, ia berharap agar keberadaan radio tetap dipertahankan dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
“Tidak sedikit masyarakat yang masih sangat bergantung pada radio, bukan hanya untuk informasi, tetapi juga sebagai tempat mengadu,” ujar Afif.
Demikian dengan Eddy Prastyo, Pemred Suara Surabaya itu juga mengakui industri radio menghadapi tantangan besar di era disrupsi ini. Menurut Eddy, digitalisasi radio menjadi salah satu upaya penting untuk membuat radio tetap relevan dan menjangkau masyarakat secara lebih luas.
“Kami di Suara Surabaya Media sangat mendukung digitalisasi radio karena banyak kesempatan yang bisa diperoleh dari teknologi ini. Bukan hanya soal inovasi, tetapi juga keberlanjutan bisnis radio yang kini semakin terpengaruh oleh disrupsi digital,” kata Eddy. (bil/ipg)