Jumat, 22 November 2024

Menteri PPPA Sebut Menikahkan Korban Kekerasan Seksual dengan Pelaku Bukan Solusi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Arifatul Choiri Fauzi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Foto: Antara

Arifatul Choiri Fauzi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut penyelesaian masalah korban kekerasan seksual bukan menikahkannya dengan pelaku.

“Proses hukum harus tetap diselesaikan. Penyelesaian bukan dengan menikahkan,” kata Arifatul Choiri Fauzi Menteri PPPA di Semarang, Jawa Tengah, Senin (11/11/2024) dilansir dari Antara.

Selain itu, menurutnya penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak boleh terburu-buru. “Perjelas dahulu posisinya, baru menyimpulkan, baru melakukan solusinya,” ujar Arifatul Menteri.

Ia mencontohkan dalam penyelesaian kasus dugaan kekerasan seksual terhadap kakak adik di Kabupaten Purworejo. Arifatul meminta kasus tersebut diselesaikan secara tuntas, termasuk jika ada kemungkinan pelaku lain.

Menteri PPPA itu juga memastikan negara hadir untuk melindungi hak-hak anak tersebut. Ia mengimbau masyarakat yang mengetahui terjadinya peristiwa kekerasan seksual terhadap anak untuk melapor ke polisi.

Sebagai informasi, Polda Jawa Tengah telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan kekerasan terhadap kakak adik berinisial K (17) dan D (15) di Kabupaten Purworejo. Perkara tersebut ditangani dalam dua laporan polisi yang terpisah.

Dalam kasus dengan korban K, polisi masing-masing menetapkan PAP (15) dan FMR (14) sebagai tersangka. Sementara untuk laporan dengan korban D, polisi menetapkan AIS (19) sebagai tersangka.

“Kami memastikan transparan dalam proses penyidikan serta memperhatikan hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum ini,” kata Brigjen Pol.Agus Suryonugroho Wakapolda Jawa Tengah dalam kesempatan yang sama.

Ia mengatakan peristiwa dugaan kekerasan seksual tersebut terjadi pada kurun waktu 2022 hingga 2023. Menurutnya, para pelaku menggunakan tipu muslihat dalam melancarkan aksinya itu.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual.

Kasus tersebut sempat tidak dilaporkan ke polisi karena keluarga korban dan pelaku menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan yang difasilitasi oleh pemerintah desa setempat. (ant/nis/bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs