Kamis, 14 November 2024

Studi Baru: Masalah Tidur pada Lansia Bisa Meningkatkan Risiko Demensia

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Demensia. Foto: iStock Ilustrasi - Demensia. Foto: iStock

Studi baru yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology menunjukkan kaitan antara masalah tidur pada orang lanjut usia dan risiko demensia.

Dilansir dari Antara pada Sabtu (9/11/2024), orang lanjut usia yang merasa mengantuk berat pada siang hari dan kurang bersemangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari berisiko mengalami sindrom risiko kognitif motorik atau Motoric Cognitive Risk (MCR), sebuah kondisi yang dapat menyebabkan demensia.

Orang dengan sindrom MCR sering berjalan lambat dan menyampaikan keluhan kognitif. Namun, dokter belum mendiagnosis mereka dengan ketidakmampuan berjalan atau demensia.

Untuk memahami kaitan antara masalah tidur dengan kondisi yang dapat menyebabkan demensia, para peneliti mengikuti hingga 445 orang berusia rata-rata 76 tahun yang tidak mengalami demensia pada awal studi.

Mereka memberikan kuesioner untuk menilai pola tidur peserta penelitian, termasuk apakah mereka kesulitan tidur dalam waktu 30 menit, terbangun di tengah malam, atau perlu minum obat agar bisa tidur.

Untuk mengukur rasa kantuk pada siang hari, para peneliti menanyakan kepada peserta seberapa sering mereka kesulitan untuk tetap terjaga saat mengemudi, makan, atau terlibat dalam aktivitas sosial.

Para peneliti juga mengukur tingkat antusiasme dan gangguan memori peserta penelitian, seperti menanyakan seberapa sulit peserta mempertahankan antusiasme dalam menyelesaikan tugas.

Selain itu, para peneliti menilai kecepatan berjalan peserta menggunakan treadmill pada awal studi dan setiap tahun selama rata-rata tiga tahun.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 35,5 persen orang yang mengalami kantuk berlebihan pada siang hari dan kurang bersemangat mengalami sindrom MCR, sementara 6,7 persen lainnya tidak memiliki kondisi ini.

Bahkan setelah menyesuaikan faktor risiko seperti usia dan depresi, para peneliti mendapati bahwa orang dengan rasa kantuk berlebihan pada siang hari dan kurang antusias secara keseluruhan tiga kali lebih mungkin mengalami sindrom MCR dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki masalah tidur tersebut.

“Temuan kami menekankan perlunya skrining untuk masalah tidur,” kata Victoire Leroy penulis studi ini.

“Ada kemungkinan orang bisa mendapatkan bantuan untuk mengatasi masalah tidur mereka dan mencegah penurunan kognitif di kemudian hari,” imbuhnya.

Para peneliti menyampaikan, hasil studi mereka tidak membuktikan bahwa masalah tidur menyebabkan sindrom MCR, namun hanya menunjukkan hubungan antara keduanya.

Leroy mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menjelaskan mekanisme yang menghubungkan gangguan tidur dengan sindrom risiko kognitif motorik dan penurunan kognitif. (ant/saf/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 14 November 2024
37o
Kurs