Jumat, 8 November 2024

Kemen-PPPA Tegaskan Kasus Kekerasan Seksual Tidak Dapat Diselesaikan di Luar Proses Peradilan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Nahar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA. Foto: Antara

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) menegaskan tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan.

Nahar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA mengatakan, korban berhak atas restitusi serta layanan pemulihan, sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, dan korban berhak atas restitusi serta layanan pemulihan sesuai Pasal 30 Undang-Undang tersebut,” kata Nahar di Jakarta, Jumat (8/11/2024) dilansir Antara.

Hal ini dikatakannya menanggapi kasus pemerkosaan yang menimpa dua kakak beradik berinisial KSH (16) dan DSA (15) di Purworejo, Jawa Tengah. Pasalnya, kasus yang dilaporkan pada Juni 2024 ke Polres Purworejo itu jalan di tempat, lantaran tak ada perkembangan.

Nahar menyatakan, Kemen-PPPA terus mengawal proses hukum pelaku dan pemulihan bagi kedua korban kasus kekerasan seksual tersebut.

“Kemen-PPPA telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jawa Tengah, UPTD PPA Purworejo, dan aparat kepolisian dalam penanganan kasus ini. Koordinasi akan terus dilakukan untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan hukum, pemulihan psikologis, serta hak-haknya terpenuhi selama proses hukum berlangsung sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.

Nahar juga mendukung upaya penyidikan aparat kepolisian yang saat ini masih berlangsung.

Menurut Nahar, para terlapor dapat dijerat Pasal 76D jo Pasal 81 dan/atau Pasal 76E jo Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Selain itu, terlapor juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, yang dikecualikan untuk anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) berdasarkan Pasal 81 serta Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

“Selain Undang-Undang Perlindungan Anak, para terlapor juga dapat dikenakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tersangka yang diduga melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dapat dipidana hingga 12 tahun penjara atau denda paling banyak Rp300 juta,” katanya. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 8 November 2024
31o
Kurs