Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah belajar dari kejadian kaburnya Harun Masiku dan memastikan hal itu tidak akan terulang dalam pencarian terhadap Sahbirin Noor Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel).
“Belajar dong (dari kasus Harun Masiku),” kata Asep Guntur Rahayu Direktur Penyidikan KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK di Jakarta, Kamis (7/11/2024) dilansir Antara.
Asep memastikan Paman Birin sapaan Gubernur Kalsel itu masih berada di wilayah Indonesia. Data keimigrasian menunjukkan belum ada upaya Sahbirin untuk melintasi perbatasan Indonesia.
KPK bahkan telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memberlakukan cegah atau larangan bepergian terhadap Paman Birin.
Larangan bepergian keluar negeri tersebut diberlakukan sejak 7 Oktober 2024, dan berlaku selama enam bulan serta dapat diperpanjang demi kepentingan penyidikan.
“Informasi kami, komunikasi dengan imigrasi dan lain-lain itu belum ada di perlintasan, belum menyeberang,” ujarnya.
Sebagai informasi, Sahbirin Noor saat ini tak diketahui keberadaannya usai ditetapkan tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalsel. Sahbirin ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya.
Penyidik komisi antirasuah saat ini sedang memanggil dan memeriksa sejumlah saksi untuk dimintai keterangan soal keberadaan Sahbirin Noor.
Para tersangka lain dalam perkara tersebut adalah Ahmad Solhan (SOL) Kepala Dinas PUPR Kalsel, Yulianti Erlynah (YUL) Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel, Ahmad (AMD) Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, dan Agustya Febry Andrean (FEB) Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel.
Selain itu, masih ada dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalsel dengan nilai Rp9 miliar.
Keenam orang yang berstatus sebagai penyelenggara negara tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dua pihak swasta tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant/bil/ham)