Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menyebut bahwa masih banyak masyarakat Jawa Timur yang menerima politik uang di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh PUSAD periode 1-5 Oktober 2024, 38,3 persen masyarakat Jatim menganggap bahwa politik uang adalah hal yang wajar.
Dalam survei itu, sembilan kabupaten/kota permisif politik uang, yakni Ponorogo 7,5 persen, Sampang 5,30 persen, Bangkalan 4,40 persen, Pamekasan 4,32 persen, Sumenep 4,30 persen, Kota Malang 4,12 persen, Lumajang 4,00 persen, Lamongan 3,45 persen, dan Jember 3,30 persen.
“Hanya 5,9 persen masyarakat yang menolak menerima uang, sementara 54,8 masyarakat menerima uang namun tidak memilih yang memberi uang dan 35,9 masyarakat menerima uang tersebut dan memilih calon yang memberikan uang,” terang Radius Setiyawan Peneliti Utama PUSAD, Senin (4/11/2024).
Dalam hasil survei itu, besaran nominal yang diharapkan masyarakat adalah Rp100.000 dengan presentasi tertinggi yakni 35,2 persen.
Satria Unggul Wicaksana Direktur PUSAD UM Surabaya mengatakan, dalam pemberian politik uang, ada berbagai macam istilah yang digunakan. Mulai dari sedekah politik, hingga serangan fajar.
“Selain politik uang yang dilakukan secara konvensional, terdapat model politik uang dalam bentuk penyaluran bantuan sosial dan obral perizinan yang dilakukan oleh calon petahana yang kami masih kategorikan sebagai praktik dari politik uang,” ucap Satria.
Berdasarkan hasil survei, pola potensi politik uang pemilih muda di Jatim cukup beragam bentuk seperti memberikan uang secara langsung hingga trading of influence atau menjanjikan jabatan-jabatan tertentu setelah calon terpilih uang tunai. Model pemberiannya sendiri, ada yang dilakukan dengan diserahkan penuh dan bertahap dengan jaminan calon harus terpilih.
“Ada juga dalam bentuk infrastruktur yakni pemberian bantuan berupa paving, jembatan, ada juga pemberian paket wisata kepada kelompok, paguyuban, dan hal sejenis,” tuturnya.
Seperti diketahui, hasil survei “Tingkat Permisifitas Politik Uang dan Membaca Pola Klientelisme di Jatim Menjelang Pilkada 2024” itu, pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling di 38 Kabupaten Kota di Jatim, dengan jumlah sample 1.065 responden.
Masing-masing kabupaten/kota diambil di tingkat kecamatan, dengan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.
Proses wawancara dilakukan on call dengan responden menggunakan kuesioner oleh enumerator. Margin tingkat toleransi tiga persen dengan tingkat kepercayaan adalah 95 persen. (ris/saf/ipg)