Sabtu, 2 November 2024

Kuasa Hukum Sebut Tom Lembong akan Kembali Diperiksa pada Selasa

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015--2023 di Kementerian Perdagangan. Tom Lembong dan seseorang berinisial DS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Foto: Tangkapan layar YouTube Kejaksaan RI

Ari Yusuf Amir Kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016, mengatakan kliennya akan diperiksa kembali, pada Selasa (5/11/2024) mendatang.

“Rencana pemeriksaan selanjutnya pada Selasa,” ucap Ari di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (1/11/2024) malam, dilansir Antara.

Sementara itu, ia menjelaskan bahwa kliennya dalam pemeriksaan pada Jumat, selama 10 jam, ditanyai mengenai surat-surat yang dibuat semasa menjabat. Selain itu, surat yang masuk kepada kliennya juga sempat ditanyakan.

Meski demikian, Ari mengatakan bahwa kliennya menegaskan semua kebijakan semasa menjabat sebagai Mendag sudah melalui prosedur yang benar, dan tidak mempunyai kepentingan apa pun terhadap kebijakan impor gula.

“Beliau tidak menerima fee, tidak menerima keuntungan baik buat dirinya atau orang lain. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dia tegaskan seperti itu,” ujar Ari.

Pada kesempatan itu, Ari juga menjelaskan bahwa kliennya tidak mengenal siapa saja yang ditunjuk terkait impor gula pada 2015-2016 tersebut.

Berdasarkan keterangan Kejagung, pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang pada intinya menugaskan perusahaan tersebut untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.

Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Kejagung mengatakan bahwa seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PPI.

Akan tetapi, dengan sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani. Delapan perusahaan yang ditugaskan mengolah gula kristal mentah itu sejatinya juga hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi.

Hasil gula kristal putih yang diproduksi delapan perusahaan tersebut kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.

Dari praktik tersebut, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat.

Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp400 miliar, yakni nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI. (ant/nis/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 2 November 2024
30o
Kurs