Jumat, 22 November 2024

Apresiasi Pidato Prabowo, Pakar Hukum Ingatkan ASN dan Penyelenggara Negara Hati-Hati Soal Korupsi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Slamet Pribadi Pakar Hukum Pidana. Foto: Istimewa

Slamet Pribadi pakar hukum pidana Universitas Bhayangkara Jakarta mengatakan, gebrakan dalam pidato pertama Prabowo Subianto saat dilantik sebagai Presiden RI di Gedung Rakyat pada tanggal 20 Oktober 2024 adalah pernyataan jujur seorang pemimpin soal kebocoran anggaran negara ada di mana-mana dan berbagai level.

Prabowo Presiden menyampaikan ketidaksukaan adanya kebocoran anggaran negara dan perilaku korupsi.

“Pidato sambutan ini disampaikan dengan tekanan suara yang cukup tegas, keras, diberikan aplaus oleh hadirin. Ini merupakan kegeraman seorang Mantan Menhan di era Jokowi Presiden ke-7 RI, yang sekarang dipercaya oleh Rakyat untuk menjadi presiden, dengan jumlah fantastis pemilih 96.214.691 suara atau 58,6 persen,” ujar Slamet dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/10/2024).

Slamet mengingatkan pada para ASN atau penyelenggara negara di Republik ini, harus bekerja ekstra hati-hati, kalau tidak, akan digulung oleh Presiden melalui penegakan hukum, dimana para penegak hukum akan lebih serius.

“Korupsi dan perilaku koruptif adalah momok yang mengkhawatirkan bagi masyarakat, pelaku bisnis, pencari keadilan, orang miskin yang sakit dan perlu masuk rumah sakit, perijinan, proses administrasi pemerintahan lainnya. Sehingga sempat terdengar suara miring yang buruk “kalau bisa diperlambat mengapa harus dipercepat”. Suara ini suara yang sangat menyakitkan bagi Masyarakat dan yang membutuhkan proses administrasi yang cepat dan mudah,” tegasnya.

Menurut Slamet, korupsi dan perilaku koruptif berdampak buruk dan merugikan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan juga memberikan citra buruk bagi kredibilitas sebuah bangsa di mata negara lain.

“Negara bisa gagal mencapai tujuannya karena korupsi dan perilaku koruptif, karena digerogoti secara terus menerus oleh tikus-tikus yang tidak bertanggung jawab,” kata Slamet.

Sementara, lanjut Slamet, penegak hukum masih belum bisa diharapkan sepenuhnya untuk melakukan penegakan hukum secara utuh dan memberikan efek jera bagi kehidupan bermasyarakat. KPK juga lebih memainkan pemberantasan atau penegakan hukum dari pada sistem pencegahan, yang seharusnya seimbang, bahkan sistem pencegahan bersifat parsial dari pada pemberantasannya.

Slamet menilai, kehadiran KPK belum memberikan efek jera kepada pelaku atau calon pelaku untuk tidak melakukan kejahatan korupsi.

“Apakah karena regulasinya yang kurang keras termasuk implementasinya yang tidak disambung dengan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) sehingga tidak termiskinkan, atau Penegak Hukum yang tidak pandai melakukan penegakan hukum secara professional, termasuk aparat gakkum lainnya selain KPK, atau Budaya Hukum yang ada di Masyarakat yang masih buruk cenderung berperilaku koruptif,” kata dia.

Untuk itu, Slamet menjelaskan, tiga hal tersebut diatas harus dibangun secara bersamaan, tidak bisa parsial.

Dia mengatakan, kebocoran seperti yang diakui Presiden tersebut masih ada dimana mana. Masyarakat masih merasakan ketidaknyamanan ketika berurusan dengan aparat negara karena perilaku koruptif aparat negara.

Slamet mengungkapkan, KPK oleh UU nya telah diciptakan menjadi Superbody, diberikan beberapa kelebihan dan kelonggaran untuk melakukan penegakan hukum, tanpa perlu ijin sana sini.

“Penegak Hukum yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebar di seluruh Indonesia. Yang ditangkap masih banyak, atau yang belum ditangkap masih berkeliaran mau menerkam masyarakat yang membutuhkan pelayanan aparat,” terangnya.

“Disisi lain Parpol yang menelorkan banyak pejabat, baik di pusat maupun di daerah tidak pernah belajar dari kesalahan, bahwa orang-orang parpol yang menjadi pejabat publik banyak terlibat korupsi atau perilaku koruptif. Aspal dan beton dimakan, demikian juga anggaran APD untuk covid-19, anggaran untuk pangan masyarakat juga di telan habis. Semoga nanti anggaran untuk swasembada pangan dan kemandirian energi tidak dijadikan lalapan. Dan Parpol tidak pernah memberikan pencerahan kepada anggotanya bahwa tidak melakukan korupsi dan tidak berperilaku koruptif itu keren dan patriotik,” imbuhnya.

Kata Slamet, masyarakat dan bangsa ini sangat berharap kepada keberanian pemerintah baru untuk tidak mentolelir korupsi dan perilaku koruptif.

“Tidak korupsi dan tidak berperilaku koruptif adalah keren, yang dibangun baik dari sisi regulasi, penegak Hlhukum maupun dari sisi budaya hukum masyarakat. Arahan Presiden yang keras tersebut perlu mendapat acungan jempol, namun KPK dan aparat gakkum dan penyelenggara negara lainya perlu kerja keras menterjemahkan suara keras Presiden tersebut. Tidak boleh lengah, terus berbenah menciptakan sistem agar masyarakat merasakan nikmatnya hidup tanpa korupsi sama sekali di Negara Republik Indonesia ini,” pungkasnya. (faz/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs