Selasa, 22 Oktober 2024

Peneliti: Tes Darah Sederhana Sebelum Persalinan Dapat Membantu Memprediksi Preeklamsia

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi wanita hamil. Foto: Pexels Ilustrasi wanita hamil. Foto: Pexels

Preeklamsia merupakan komplikasi kehamilan serius yang memengaruhi sekitar 10 persen wanita hamil, meningkatkan risiko hipertensi, stroke, kelahiran prematur, dan kematian ibu. Para peneliti menemukan bahwa tes darah rutin sederhana yang dilakukan pada wanita yang akan melahirkan dapat memprediksi risiko preeklamsia.

Pada pertemuan tahunan ANESTHESIOLOGY 2024, peneliti mengungkapkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa rasio dari pemeriksaan darah sederhana bisa memprediksi risiko seorang wanita terkena preeklamsia saat masuk rumah sakit untuk melahirkan. Meskipun preeklamsia biasanya muncul setelah 20 minggu kehamilan, tes ini dapat memprediksi lebih awal, memungkinkan penanganan medis lebih cepat dan pencegahan komplikasi serius bagi ibu dan bayi.

Studi tersebut menemukan bahwa rasio fibrinogen terhadap albumin (FAR) berfungsi sebagai prediktor yang berharga untuk risiko preeklamsia. Fibrinogen sangat penting untuk pembekuan darah dan peradangan, sedangkan albumin adalah kunci untuk menjaga keseimbangan cairan dan mengangkut hormon, vitamin, dan enzim ke seluruh tubuh.

Dilansir dari Medical Daily, Selasa (22/10/2024),  dalam kasus preeklamsia, protein-protein ini dapat terganggu: kadar fibrinogen dapat meningkat sementara kadar albumin menurun, atau kedua perubahan dapat terjadi pada saat yang bersamaan.

Dengan menganalisis kadar kedua protein darah ini, para peneliti menemukan bahwa wanita dengan FAR yang lebih tinggi secara signifikan lebih mungkin mengalami preeklamsia dibandingkan dengan mereka yang memiliki rasio yang lebih rendah.

Diketahui bahwa FAR dapat menjadi indikator peningkatan risiko peradangan, infeksi, atau kondisi kesehatan serius. Oleh karena itu, rasio tersebut telah digunakan untuk memprediksi artritis reumatoid, penyakit kardiovaskular, dan penyakit radang usus.

Studi ini menganalisis data dari 2.629 peserta yang melahirkan antara tahun 2018 dan 2024. Dari jumlah tersebut, 1.819 wanita tidak mengalami preeklamsia, sementara 584 pasien menunjukkan gejala preeklamsia ringan (tekanan darah di atas 140/90 mmHg tanpa kerusakan organ). Selain itu, 226 peserta mengalami preeklamsia berat, dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih tinggi, disertai tanda-tanda kerusakan organ.

Analisis tersebut mengungkap korelasi yang jelas antara FAR dan risiko preeklamsia. Pasien dengan FAR minimal 0,1 saat masuk rumah sakit menghadapi risiko 24% terkena preeklamsia, yang meningkat secara signifikan hingga lebih dari 41% bagi mereka dengan FAR melebihi 0,3.

Para peneliti menyarankan bahwa selain FAR yang lebih tinggi, faktor lain seperti usia lebih dari 35 tahun atau memiliki tekanan darah tinggi kronis atau obesitas harus dipertimbangkan sebagai faktor risiko tinggi untuk preeklamsia.

Meskipun FAR sebelumnya dikaitkan dengan kondisi peradangan lain, penerapannya pada preeklamsia, terutama dengan gejala parah, belum dilaporkan pada kelompok besar dan beragam ras ini.

“Studi kami menunjukkan bahwa FAR dapat menjadi alat prediksi yang memberi para ahli anestesi dan dokter kandungan metode baru untuk menilai risiko ibu yang akan melahirkan terkena preeklamsia saat mereka dirawat di rumah sakit,” ungkap Lucy Shang, penulis utama studi tersebut. (ant/nis/saf/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Selasa, 22 Oktober 2024
34o
Kurs