Rabu, 2 Oktober 2024

BMKG Sebut Gerhana Matahari Cincin Tak Dapat Diamati di Indonesia

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Orang-orang mengambil foto dengan smartphone saat memantau gerhana matahari cincin di Jabal Arba, Hofuf di Provinsi Timur Arab Saudi pada 26 Desember 2019. Foto: Reuters

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena Gerhana Matahari Cincin yang diprakirakan terjadi pada Rabu (2/10/2024) hari ini tak menimbulkan dampak apa pun di wilayah Indonesia.

“Tidak dapat diamati di Indonesia. Tidak pula ada dampak langsung maupun tidak langsung yang menyertainya,” kata Himawan Ketua Bidang Tanda Waktu BMKG dilansir dari Antara.

Himawan menjelaskan, fenomena Gerhana Matahari Cincin tersebut hanya bisa diamati di wilayah yang dilintasi dengan proses global yang berlangsung pada 2 Oktober 2024.

Proses global fase Gerhana Matahari Cincin antara lain untuk Gerhana Sebagian mulai di lokasi awal pada pukul 15:42:59 UT (waktu universal terkoordinasi), Gerhana Total mulai di lokasi awal (16:50:38 UT). Sementara Puncak Gerhana diprakirakan (18:45:04 UT), Gerhana Total berakhir di lokasi akhir (20:39:15 UT), dan Gerhana Sebagian berakhir di lokasi akhir (21:47:00 UT).

Berdasarkan hasil analisa tim Geofisika BMKG mendapati wilayah yang dapat mengamati Gerhana Matahari Cincin tersebut antara lain di Samudera Pasifik, Amerika Selatan bagian selatan dengan alur pergerakannya melewati Chile bagian selatan dan Argentina bagian selatan.

Dia menjabarkan fenomena Gerhana Matahari Cincin adalah fenomena langka, sangat jarang terjadi, periode untuk lokasi yang sama lebih dari 10 tahun jadi ini bukan fenomena biasa.

Dampak dari fenomena gerhana Matahari cincin tidak signifikan. Secara umum seperti penurunan suhu permukaan, intensitas cahaya, dan perubahan pola angin lokal karena sebagian cahaya matahari terhalang oleh bulan, dan perubahan tersebut tidak sedrastis saat gerhana matahari total.

Catatan khusus dari BMKG untuk mengamati fenomena Gerhana Matahari Cincin di wilayah yang dilintasi tersebut harus menggunakan kacamata khusus supaya mata tidak rusak.

BMKG mengharapkan melalui penjabaran tersebut masyarakat Indonesia bisa tetap bersikap partisipatif, positif, dan bijak merespons informasi seputar fenomena alam dengan tetap mengacu pada data dari lembaga terverifikasi, seperti yang bersumber dari BMKG. (ant/saf/iss)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Surabaya
Rabu, 2 Oktober 2024
35o
Kurs