Paparan terhadap polusi udara selama kehamilan telah diketahui berhubungan dengan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, serta komplikasi seperti gangguan hipertensi.
Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa dampaknya juga merambah ke kesehatan mental, dengan paparan polusi yang hampir melipatgandakan risiko depresi pasca persalinan.
Menurut Medical Daily, studi terbaru menunjukkan bahwa risiko ini bisa bertahan hingga tiga tahun. Tingkat tinggi nitrogen dioksida (NO2) dan partikel matter yang dapat terhirup (PM10), terutama jika terpapar dalam jangka waktu lama, diketahui dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan seperti asma, serangan jantung, dan stroke.
Studi yang diterbitkan dalam Science of the Total Environment mengungkapkan bahwa polutan ini juga berhubungan dengan peningkatan risiko depresi pasca persalinan.
“Yang benar-benar baru dari penelitian ini adalah bahwa kami mampu memperluas pemeriksaan depresi hingga lebih dari satu tahun setelah persalinan, dan menunjukkan efek berkelanjutan dari polusi udara selama kehamilan terhadap gejala depresi hingga tiga tahun pasca persalinan,” ungkap Tracy Bastain penulis utama studi tersebut, dilansir dari Antara pada Sabtu (14/9/2024).
Para peneliti mengikuti 361 ibu hamil dari awal kehamilan hingga tiga tahun pasca persalinan. Gejala depresi para peserta dikumpulkan satu, dua, dan tiga tahun setelah melahirkan, dan data tersebut dibandingkan dengan pengukuran polusi udara mingguan di sekitar rumah mereka selama kehamilan.
Analisis menunjukkan bahwa wanita yang terpapar tingkat NO2 yang lebih tinggi antara minggu ke-13 dan ke-29 kehamilan memiliki risiko depresi pasca persalinan 3,86 kali lebih tinggi hingga tiga tahun.
Sementara itu, wanita yang terpapar tingkat PM10 yang lebih tinggi antara minggu ke-12 dan ke-28 juga menunjukkan risiko serupa yang lebih tinggi (3,88 kali).
Setelah satu tahun, 17,8 persen wanita mengalami gejala depresi, 17,5 persen setelah dua tahun, dan 13,4 persen setelah tiga tahun.
“Studi kami sebenarnya menemukan persentase depresi yang secara klinis signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan data CDC terbaru. Ini sangat penting, karena kemungkinan ada lebih banyak kasus depresi pasca persalinan daripada yang ditunjukkan oleh data prevalensi nasional kami,” kata Bastain.
“Implikasi penting lainnya dari penelitian kami adalah bahwa depresi dapat bertahan lama setelah 12 bulan pertama pasca persalinan, dan para ibu harus berbicara dengan penyedia layanan kesehatan mereka jika mereka terus mengalami gejala depresi,” tambah Bastain (ant/saf/faz)