Senin, 25 November 2024

Human Initiative: Jalan Panjang Perangi TBC

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Kiri-Kanan: Verry Firmansyah Direktur Utama Suara Surabaya Media dan Deny Ferdiansyah Kepala Cabang Human Initiative Jawa Timur dalam acara Wawasan Series: Merdeka dari TBC yang digelar Suara Surabaya Media di Surabaya, Kamis (29/8/2024). Foto: Dukut suarasurabaya.net

Bagaimana Human Intitiative membantu penderita TBC sembuh dari penyakitnya?

“Kami meyakini bahwa TBC adalah kasus yang sangat besar. Kasus yang belum terselesaikan.”

Kata-kata itu keluar dari mulut Deni Ferdiansah Kepala Cabang Human Initiative Jawa Timur. Deni bersama rekan se-organisasi merasa, masih butuh banyak upaya untuk mengatasi penyakit TBC di Indonesia.

Human Initiative merupakan organisasi kemanusiaan global yang berdiri sejak tahun 1999. Dengan visi menggerakkan kebaikan untuk memartabatkan manusia, Human Initiative sudah telibat aktif sejak 2014 dalam mengatasi TBC di Indonesia.

Bahkan, penanggulangan kasus TBC kemudian menjadi salah satu program unggulan bagi organisasi yang telah berdiri di 13 Provinsi di Indonesia itu

“Kami juga terlibat di dalam aktivitas penemuan kasus. Sampai pada akhirnya tahun 2019, kami bergeser intervensinya kepada pendampingan pasien TBC,” katanya.

Bagi Human Initiative, TBC merupakan penyakit yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena jika seseorang terserang, untuk sembuh perlu minimal minum obat secara konsisten selama enam bulan. Dan jika seseorang resisten terhadap obat, maka pengobatan perlu waktu setidaknya 2 tahun untuk sembuh.

“Bayangkan bisa dirasakan minum obat setiap hari? dan obat itu begitu banyak,” timpalnya.

Kondisi itu yang membuat Human Initiative tergerak untuk membantu meminimalisir penyakit TBC di berbagai daerah di Indonesia.

Penyakit seumpama musuh dalam peperangan. Setiap orang pasti pernah merasakannya. Sehingga, cukup bagi seseorang untuk bisa berempati dan bergerak untuk saling membantu pada penyakit yang lebih parah.

“Kami terpanggil agar ikut menyelesaikan kasus TBC. Minimal apa yang bisa kami lakukan. Jadi mengobati pasien TBC, mendampingi mereka sampai sembuh,” ucapnya.

Human Initiative sadar, jika organisasinya itu tidak bisa menyelesaikan kasus TBC sendirian. Sehingga, ia juga menggerakkan multi pihak untuk ikut peduli terhadap pasien TBC. Apalagi ia merasa bahwa selama ini kontribusi tehadap eliminasi TBC masih sedikit, sehingga masih butuh banyak dorongan untuk saling terlibat aktif.

“Dari seribu, mungkin Human Initiative hanya bisa membantu 10 persen saja. 90 persennya itu butuh banyak kerja tangan-tangan yang lain,” ucap Deni.

“Karena sekali lagi, bahwa untuk mengatasi TBC ini perlu kerja sama, kami tidak bisa mengintervensi sendiri. Banyak pasien TBC yang saya pikir perlu mendapatkan dukungan,” imbuhnya.

Salah satu pendekatan yang Deni dan rekan setim lakukan adalah pendampingan dalam pengobatan. Langkah itu untuk memastikan, pasien tidak putus minum obat dalam jangka panjang, agar benar-benar sembuh.

“Karena banyak kasus yang ditemukan, pasien TBC ini mengalami motivasi yang kurang. Dan motivasi yang kurang ini akan menghambat penyembuhan mereka,” ungkapnya.

“Kalau menghambat penyembuhan mereka, proses penularan itu akan berpotensi semakin banyak di lingkungan sekitarnya mereka,” tegasnya.

Deni memaparkan, pihaknya memiliki beberapa wujud pendampingan untuk pasien TBC.

Pertama, mendukung nutrisi pasien. Karena kekurangan nutrisi menjadi salah satu faktor pasien sembuh. Sehingga perlu perhatian khusus.

“Banyak dukungan pada pasien TBC yang nutrisinya tidak diberikan secara berkelanjutan sampai mereka sembuh. Kalau kami melihat ini, seandainya terhambat, maka penularan itu akan semakin besar,” tuturnya.

Kedua, membantu merenovasi rumah. Langkah itu menurutnya penting dilakukan, jika pasien berada di tempat tinggal yang tidak layak serta berada di lingkungan kumuh, karena dapat menghambat proses penyembuhan.

Ketiga, bantuan biaya. Deni menyebut, banyak pasien TBC yang usianya produktif, yang seharusnya mereka fokus bekerja. Tetapi karena terserang penyakit, mereka terpaksa putus kerja untuk pengobatan.

“Sedangkan, keluarga dari mereka, seperti anak-anaknya, itu harus tetap sekolah dan sebagainya. Mereka membutuhkan biaya untuk mendukung proses ini. Makanya kami juga memberikan bantuan biaya, biaya siswa kepada anak-anak yang menderita pasien TBC,” jelasnya.

Keempat, pemulihan ekonomi. Hal ini dilakukan ketika pasien telah sembuh dari TBC, karena setelah berjibaku dalam melawan penyakit TBC, seseorang telah berhenti total dalam bekerja. Sehingga mereka perlu dorongan untuk kembali berdaya perekonomiannya.

Kelima, koperasi kader TBC. Yakni, kelompok yang berisikan kader untuk penyembuhan TBC sekaligus ex-pasien TBC untuk bersama-sama mendukung gerakan mengatasi penyakit TBC hingga pemulihan ekonomi pasien.

Deni mengatakan, berjuang untuk terlibat langsung dalam membantu pasien TBC juga memiliki risiko tertular. Sehingga, pihaknya juga memastikan bahwa secara kesehatan dan psikologis kader sangat diperhatikan.

Meskipun, sejauh ini pasien TBC banyak di kisaran usia 25-40 tahun. Tetapi ia mengatakan, bahwa intervensi terhadap anak-anak juga perlu dilakukan, untuk memastikan TBC teratasi dengan baik.

Semangat dan saling menyemangati adalah satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan. Dorongan itu, harus terus dilakukan untuk mewujudkan pasien TBC konsisten menjalani pengobatan dan bisa sembuh.

“Kita berharap bisa membantu semangat mereka, untuk sembuh terlebih dahulu,” ucapnya.

Human Initiative melalui Deni, menyambut baik setiap kegiatan yang mendukung penuh penyembuhan pasien TBC. Salah satunya, yang digagas oleh Suara Surabaya (SS) Media.

Lewat Wawasan Series: Merdeka dari TBC yang digelar Suara Surabaya Media, Kamis (29/8/2024), SS Media memberikan sejumlah apresiasi pada stakeholder hingga mengajak penandatangan komitmen kerja sama.

Ia juga menghaturkan rasa terima kasih, karena SS Media telah memberi apresiasi kepada Human Initiative sebagai lembaga filantropi yang turut berpartisipasi aktif dalan upaya penanggulangan TBC.

“Tentu, ini menjadi satu dukungan yang bagus buat kami sebagai filantropi, agar kami terus tetap eksis,” katanya.

“Karena penanggulangan TBC, eliminasi TBC kan sampai 2030. Dan kami berupaya serta berkomitmen, tetap bisa berpartisipasi dan mendukung eliminasi TBC sampai tahun 2030 Indonesia bebas TBC,” pungkasnya. (ris/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
26o
Kurs