Goenawan Mohamad (GM) sastrawan menangis saat di Mahkamah Konsitusi (MK). Dia bersama-sama dengan sejumlah aktivis, akademisi, dan tokoh bertemu dengan pihak MK untuk memberi dukungan pasca putusan MK soal Undang-Undang Pilkada perihal batas usia dan ambang batas syarat pengajuan calon Kepala Daerah.
GM mengaku geram terhadap DPR karena membuat akal-akalan dan menafsirkan sendiri putusan MK dengan merevisi Undang-undang Pilkada.
GM tidak bisa berbicara banyak saat diberi kesempatan menyampaikan isi hatinya di depan Fajar Laksono Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK, Prof. Yuliandri anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK), Omi Komariah Madjid istri Almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan puluhan tokoh, akademisi serta aktivis.
“Saya kira semua sudah sepakat kalau keadaan sedang genting. Maaf saya nggak bisa ngomong, saya emosi (sambil menangis).Ya kalau saya enggak menahan diri, saya bilang kita revolusi aja,” jelas GM.
GM mengaku tidak kuat dengan situasi yang terjadi di Indonesia sekarang ini, karena sudah sangat keterlaluan.
Kata dia, pemerintah dan DPR telah melanggar konstitusi dengan memaksakan revisi UU Pilkada. GM menegaskan, DPR seharusnya dibubarkan saja.
“Saya tahu ongkos (revolusi) banyak dan tagihannya kita enggak tahu kepada siapa. Tapi keadaan sudah keterlaluan. Sebenarnya DPR yang melawan konstitusi harus dibubarkan,” tegasnya
Sekadar diketahui, unjuk rasa aktivis, akademisi dan tokoh ini dilakukan menyikapi pemerintah dan DPR yang telah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat pencalonan kepala daerah.
Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari setelah MK mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPR tidak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.
Baleg DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada ini. Pertama terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.
Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.
Sementara di luar gedung MK, Alif Iman juru bicara aksi mengajak masyarakat yang di daerah-daerah untuk berunjuk rasa ke KPUD menyikapi keputusan Baleg DPR ini.
” Bagi kawan-kawan di daerah atau luar Jakarta, silakan berunjukrasa di KPUD masing-masing menyikapi keputusan Baleg ini,” ujar Alif di depan gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Alif menegaskan, kalau DPR nekat melakukan pembegalan konstitusi dan demokrasi, mereka akan melakukan boikot Pilkada.
” Kami ingatkan untuk DPR, kalau kalian tetap nekat membegal demokrasi dan konstitusi, kami akan boikot Pilkada November nanti,” tegas Alif. (faz/ipg)